Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah pada Rabu (30/9). Hal ini sebagai kelanjutan paket kebijakan yang dikeluarkan BI pada tanggal 9 September 2015.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Jakarta mengatakan, paket kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada tiga pilar kebijakan yaitu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas).
“Sinergi Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah melalui paket kebijakan September II ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas makroekonomi dan struktur perekonomian Indonesia, termasuk sektor keuangan, sehingga semakin berdaya tahan,” ujarnya.
Mirza menuturkan, kehadiran Bank Indonesia di pasar valas domestik dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah diperkuat dengan intervensi di pasar “forward” (transaksi keuangan antar dua negara dengan mata uang berbeda).
Di samping melakukan intervensi di pasar “spot”, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward.
“Upaya menjaga keseimbangan pasar forward semakin penting dalam mengurangi tekanan di pasar spot,” kata Mirza.
Sementara itu, untuk pengendalian likuiditas rupiah diperkuat dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) tiga bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor dua minggu.
Penerbitan instrumen operasi pasar terbuka (OPT) tersebut dimaksudkan untuk mendorong penyerapan likuiditas sehingga bergeser ke instrumen yang bertenor lebih panjang.
“Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan likuiditas rupiah yang berlebihan pada kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah,” ujar Mirza.
Sedangkan untuk pengelolaan penawaran dan permintaan terhadap valas, lanjut Mirzan, diperkuat dengan berbagai kebijakan. Hal itu dilakukan dengan tujuan meningkatkan penawaran dan mengendalikan permintaan terhadap valas.
Pertama, penguatan kebijakan untuk mengelola permintaan dan s suplai valas di pasar forward. Kebijakan tersebut bertujuan mendorong transaksi forward jual valas/rupiah dan memperjelas “underlying forward” beli valas/rupiah.
“Hal ini dilakukan dengan meningkatkan ‘threshold forward’ jual yang wajib menggunakan ‘underlying’ dari semula satu juta dolar AS menjadi lima juta dolar AS per transaksi per nasabah dan memperluas cakupan underlying khusus untuk forward jual, termasuk deposito valas di dalam negeri dan luar negeri,” kata Mirza.
Kedua, BI menerbitkan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) Valas. Penerbitan tersebut akan mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar valas.
Ketiga, penurunan holding period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu untuk menarik aliran masuk modal asing. Keempat, pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito kepada eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan Indonesia atau mengkonversinya ke dalam rupiah, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pemerintah.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong DHE untuk menetap lebih lama di dalam negeri.
Kelima, BI mendorong transparansi dan meningkatkan ketersediaan informasi atas penggunaan devisa dengan memperkuat laporan lalu lintas devisa (LLD).
Dalam hal ini, pelaku LLD wajib melaporkan penggunaan devisanya dengan melengkapi dokumen pendukung untuk transaksi dengan nilai tertentu.
Ketentuan itu sejalan dengan UU No.24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar yakni Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data terkait lalu lintas devisa kepada penduduk.
“Paket kebijakan Bank Indonesia tersebut akan bersinergi dengan paket kebijakan pemerintah dalam mendukung prospek perekonomian Indonesia yang diyakini akan lebih baik ke depan. Seluruh rangkaian kebijakan diharapkan segera diimplementasikan, sehingga dapat secara efektif mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi, termasuk nilai tukar, demi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Mirza.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan