Jakarta, Aktual.com – Staf Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sofjan Wanandi, membantah pernyataan Dirjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, mengenai lima konglomerat yang tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) karena sudah berstatus warga negara asing (WNA).
“Enggak betul itu. Saya sudah cek satu, itu hoax justru. Dia (DJP) cuma membenarkan dia punya isu saja. Kalau emang benar, di bulan Maret akhir tangkap saja,” katanya usai acara SARA, Radikalisme, dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017, di Jakarta, Senin (23/1).
Bulan Maret dimaksud merujuk pada berakhirnya program pengampunan pajak. Sofyan memastikan dirinya sudah menghubungi lima konglomerat tersebut dan memang informasi atau berita tersebut tidak benar.
“Makanya nanti saat tax amnesty selesai, you (DJP) pastikan untuk periksa betul. Kalau periksa, periksa saja. Tapi jangan dibikin yang tak ada, diada-adain. Orang lain bikin hoax, you (DJP) bikin hoax juga,” jelasnya.
Dalam komunikasinya dengan lima konglomerat yang disebutkan DJP, Sofyan juga menanyakan langsung apakah benar tidak mengikuti program pengampunan pajak. Dan, konglomerat tersebut menyampaikan selama ini sudah bayar pajak secara lengkap.
“Jadi enggak ikut lagi minta ampunan lewat tax amnesty. Karena toh nantinya itu akan terbuka semua. Apa yang mau diampuni? Itu salah satu pengusaha besar,” katanya.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, sebelumnya mengatakan ada lima orang terkaya di Indonesia yang tidak mempunyai NPWP. Akan tetapi saat ini konglomerat tersebut sudah meninggalkan Indonesia lebih dari 183 hari dan memutuskan menjadi WNA.
“Mereka tak punya NPWP karena sudah pindah kewarganegaraan. Mereka meninggalkan Indonesia sudah lebih dari 183 hari,” ungkapnya di Komisi XI DPR.
Kata Ken, dalam UU Pajak Penghasilan, WNI yang sudah meninggalkan Indonesia lebih dari 183 hari bukan merupakan subjek pajak dalam negeri. Begitupun dengan orang asing yang masuk ke Indonesia lebih dari 183 hari dan berkeinginan tinggal di Indonesia menjadi subjek pajak dalam negeri.
Dari lima orang itu, kata dia, terdiri dari dua orang terkaya Indonesia dari Jawa Timur, dua orang terkaya dari Sumatera, dan satu orang terkaya dari Jakarta yang tidak memiliki NPWP.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: