Jakarta, Aktual.com – Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua sejak 20 Februari 2017 menghentikan sementara pelayanan perkreditan kepada karyawan PT Freeport Indonesia menyusul belum adanya keputusan tentang kelanjutan operasi pertambangannya di Tembagapura, Timika.
“Penghentian pelayanan perkreditan berlaku untuk sementara waktu. Kebijakan itu tidak hanya berlaku kepada karyawan PT Freeport tetapi juga kepada karyawan perusahaan-perusahaan yang mengelola aset Freeport,” ujar Pejabat Sementara Kepala Bank Papua Cabang Timika Joko Suparyono, Kamis (2/3).
Perusahaan-perusahaan yang mengelola aset Freeport seperti PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) yang mengelola kapal, bus karyawan dan infrastruktur Freeport. Selanjutnya PT SOS yang mengelola Rumah Sakit Tembagapura dan Klinik Kuala Kencana, PT Puncak Jaya Power (PJP) yang mengelola kelistrikan Freeport, Rimba Papua Hotel (RPH) dan PT Pangansari Utama (PSU) yang melayani jasa katering Freeport.
“Saat ini untuk sementara waktu kita hentikan sambil menunggu perkembangan perusahaan ini. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh wilayah kerja Bank Papua di Timika. Kalau kondisinya sudah normal, kita bisa layani lagi. Tapi dengan melihat perkembangan situasi hingga sekarang, kelihatannya ini akan berlangsung lama,” kata Joko.
Meski pelayanan perkreditan dihentikan sementara waktu, namun pelayanan perbankan lainnya tetap berjalan pada kantor-kantor Bank Papua di area operasi PT Freeport seperti di Tembagapura, Kuala Kencana dan Portsite Amamapare.
Joko mengatakan hingga kini nasabah Bank Papua yang berstatus karyawan PT Freeport dan perusahaan-perusahaan privatisasinya berjumlah sekitar 3.000-an orang.
Bank Papua hanya melayani fasilitas perkreditan kepada karyawan permanen PT Freeport dan karyawan permanen perusahaan privatisasi Freeport seperti PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI), Puncak Jaya Power (PJP), Rimba Papua Hotel (RPH) dan lainnya.
Sedangkan perusahaan-perusahaan kontraktor Freeport yang masuk kontrak grup tidak masuk dalam pelayanan perkreditan Bank Papua.
“Sejak awal kami memang membiayai karyawan permanen Freeport dan beberapa perusahaan privatisasi Freeport. Kalau karyawan perusahaan-perusahaan yang masuk kontrak grup tidak kami biayai,” jelas Joko.
Menurut dia, ribuan karyawan permanen Freeport dan perusahaan privatisasinya itu selama ini mendapat fasilitas kredit konsumtif Bank Papua yang mencakup kredit multi guna, Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dan kredit kendaraan bermotor.
Nilai kredit yang digelontorkan Bank Papua kepada karyawan permanen Freeport dan sejumlah perusahaan privatisasinya itu cukup fantastis yakni mencapai sekitar Rp500 miliar.
“Saya belum lihat datanya secara rinci, tapi jumlahnya cukup signifikan sekitar Rp500 miliar,” jelas Joko.
Joko mengatakan sejauh ini belum menerima laporan dari PT Freeport maupun perusahaan privatisasinya soal berapa banyak karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja/PHK atau dirumahkan yang memiliki kewajiban membayar angsuran kredit pada Bank Papua.
“Alhamdulilah sampai saat ini kondisinya masih normal. Gaji bulan Februari masih dibayarkan normal. Tapi kami belum tahu kondisi ke depannya seperti apa,” tutur Joko.
Nasabah perkreditan yang mendapat pelayanan fasilitas perkreditan dari Bank Papua, pembayaran gajinya oleh pihak perusahaan wajib melalui Bank Papua.
Setelah pihak acounting perusahaan-perusahaan itu telah mentransfer gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya ke rekening karyawan tersebut maka pihak Bank Papua akan langsung memotong angsuran kredit yang bersangkutan.
Situasi krisis yang menimpa PT Freeport telah berlangsung sejak awal Januari 2017.
Sejak 12 Januari 2017, PT Freeport tidak lagi mendapatkan izin dari pemerintah untuk mengekspor 60 persen dari total produksi konsentratnya ke luar negeri.
Imbas dari itu, sejak 10 Februari 2017 PT Freeport menghentikan seluruh aktivitas produksi tambangnya baik tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah (underground), pabrik pengolahan di Mil 74 hingga aktivitas pengapalan konsentrat di Pelabuhan Portsite Amamapare.
Kondisi itu juga berdampak langsung kepada karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan privatisasi serta kontraktornya.
Hingga awal pekan ini, pihak Disnakertrans-Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika melaporkan sudah lebih dari 1.200 karyawan telah di-PHK dan dirumahkan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka