Jakarta, Aktual.com – Tingginya harga garam di pasar diakibatkan langkanya persediaan garam. Bahkan pemerintah pun telah membuka keran garam impor. Padahal, disejumlah daerah di Indonesia justru mengalami pelimpahan garam yang baru dipanen para petani, sehingga diharapkan institusi dan dinas terkait pun diharapkan mampu menyerapnya, seperti yang dialami petani garam di Jeneponto, Sulawesi Selatan.

“Mereka (para petani di Jeneponto,red) heran karena stok garam di gudang mereka banyak dan sudah membatu karena tidak terjual. Hanya sebagian kecil hasil garam dibeli tengkulak,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia Abdi Suhufan, di Jakarta, Minggu (30/7).

Dikatakan dia, justru pada saat ini banyak ditemukan tambak garam di Jeneponto yang tidak beroperasi karena pemiliknya menilai rugi bila lahannya digunakan untuk produksi garam. Hal tersebut, lanjutnya, karena mereka hanya mendapatkan keuntungan yang sangat tipis karena harga jual hanya berbeda sedikit dengan ongkos produksi yang mereka tanggung.

Bahkan, ia juga mengakui bahwa dari segi kualitas, garam yang diproduksi di daerah tersebut juga dinilai belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) baik untuk konsumsi maupun industri.

“Hal itu disebabkan karena teknik pembuatannya masih sangat tradisional, dan kualitas garam yang tidak SNI juga ditemukan pada beberapa sentra garam di Indonesia,” ujar dia.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa fenomen kelangkaan komoditas garam belakangan ini hanya pada garam SNI saja.
“Komoditas garam yang terjadi adalah krisis garam yang berstandar SNI, karena sebenarnya banyak garam yang tidak berstandar dihasilkan oleh petambak,” pungkas Adhi.

Laporan: Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid