Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki (tengah) memberikan keterangan pers seusai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/9). Suparman diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww/15.

Jakarta, Aktual.com – Tersangkutnya hakim konstitusi Patrialis Akbar dalam pusaran kasus suap permohonan uji materi secara langsung membuktikan adanya persoalan mendasar dalam proses rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Rekrutmen hakim MK sebenarnya telah ditetapkan syarat dasarnya melalui Undang-Undang. Akan tetapi dalam prosesnya, mekanisme perekrutan diserahkan kepada tiga lembaga negara, masing-masing eksekutif, legislatif dan yudikatif.

“Harapan kita proses seperti ini berlaku bagi tiga lembaga yang diberi wewenang oleh UUD untuk merekrut calon hakim MK. Jadi jangan diserahkan begitu saja kepada masing-masing lembaga negara,” terang mantan Ketua Komisi Yudicial Suparman Marzuki di Jakarta, Sabtu (28/1).

Disampaikan, mekanisme rekrutmen yang diserahkan sepenuhnya kepada tiga lembaga negara mempunyai peluang terjadinya ‘kesalahan’. Ia memberikan contoh bagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi.

Padahal, pada periode awal SBY menyerahkan proses rekrutmen kepada tim seleksi calon hakim MK yang dibentuknya.

Suparman berharap dengan dibentuknya kembali tim seleksi calon hakim MK oleh Presiden Joko Widodo, nantinya ‘kesalahan’ hakim MK tidak lagi terulang.

“Harapan saya kalau MK menyadari ini menjadi masalah besar yang harus dibenahai, inisiatif ini harus muncul juga dari internal MK,” demikian Suparman Marzuki.

Artikel ini ditulis oleh: