Tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Morotai, Rusli Sibua, meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Rabu (8/7). KPK akhirnya menahan Bupati Morotai tersebut di rumah tahanan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta Pusat setelah harus dipanggil paksa dan menjalani pemeriksaan selama hampir enam setengah jam. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ed/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — ‎Penanganan perkara sengketa Pilkada Pulau Morotai pada 2011 silam diwarnai aksi suap menyuap. Hal itu dibenarkan oleh mantan penasihat hukum calon Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua.

Sahrin Hamid, selaku penasihat hukum Rusli mengaku, pernah mentransfer sejumlah uang ke rekening istri mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar saat sengketa Pilkada Pulau Morotai berlangsung.

“Saya sampaikan langsung ke Akil Mochtar. Waktu itu minta dianter ke kantornya (MK), tapi saya tidak mau, akhirnya lewat rekening CV Ratu Samagat (milik istri Akil Mochtar),” kata Sahrin saat bersaksi di sidang terdakwa Rusli Sibua di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/9).

Pemberian uang itu menurut Sahrin, merupakan kesediaan Rusli, ketika dia menyampaikan permintaah Akil ihwal ‘ongkos’ penanganan perkara sengketa Pilkada di MK. Dia menyampaikan permintaan Akil itu dihadapan Rusli dan Muchlis di Hotel Borobudur, Jakarta saat persidangan sengketa.

“Pada saat komuniaksi itu (soal permintaan Akil Mochtar), memang susah menanggapi verbal. Ya intinya, kalo tidak salah ingat bahwa muncul angka Rp 3 miliar (dari Rusli Sibua),” kata Sahrin.

Diketahui, Sahrin merupakan teman dekat Akil ketika sama-sama menduduki jabatan sebagai anggota Komisi III DPR periode 2004-2009. Oleh karena itu, Akil memilih Sahrin untuk menyampaikan permintaannya ke Rusli.

Rusli sendiri merupakan terdakwa kasus suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar. Dia didakwa oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyuap Akil dengan uang sejumlah Rp 2,89 milyar.

Maksud pemberian uang itu, tak lain adalah untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara tahun 2011.

Perbuatan Rusli itu diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Huruf a subsidair Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu