“Ada lagi satu, kapital atau pemilik kekuatan modal,” terangnya kepada Aktual.com di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (6/10).
Robikin menyatakan demikian berkaitan dengan kasus suap hakim PTUN Medan. Dalam kasus itu, selain menyeret aparat penegak hukum, beberapa petinggi Partai Nasdem turut disebut-sebut dalam kasus tersebut. OC Kaligis, selaku pengacara Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho, saat kejadian menjabat sebagai Ketua Mahkamah Partai Nasdem.
Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ada petinggi Nasdem lain yang disebut. Diantaranya Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella, Wagub Sumut yang juga Ketua DPW Nasdem Sumut Tengku Erry Nuradi.
Belakangan, di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yagari Bhastara Guntur alias Gary yang didapatkan Aktual, nama kakak kandung Surya Paloh yakni Rusli Paloh juga disebut. Rusli Paloh melalui Riki disebutkan meminta komitmen fee dan penempatan sejumlah pejabat eselon di Pemprov Sumut.
Hal tersebut, menurut Robikin membuktikan bahwa konfigurasi hukum sangat dipengaruhi oleh konfigurasi kekuatan politik. Keterkaitan hukum dan politik ini sudah sering dibuktikan melalui berbagai penelitian ilmiah.
“Dengan kata lain, siapa yang mempunyai akses kekuasaan terbesar maka dialah yang menentukan corak penegakan hukum,” jelasnya.
Dalam kasus suap hakim PTUN Medan, kalau misalnya benar adanya keterlibatan sejumlah petinggi Nasdem, maka singgungan atau keterkaitan hukum dan politik itu menjadi benar adanya. Menjadi masuk akal pula kemungkinan tersebut. Akan tetapi, masuk akal dimaksud bukan berarti mengandung kebenaran.
“Masuk akal tidak berarti benar, karena itu mengandung pelanggaran hukum kalau betul ada tindakan meminta komitmen fee dan penempatan sejumlah orang. Itu jelas sekali bertentangan dengan larangan melakukan KKN,” tandas Robikin.
Artikel ini ditulis oleh: