Jakarta, Aktual.com — Harus kah kita takut menuju Tanah Suci? Tentu jawabannya, tidak, karena Allah SWT menjadikan tanah itu sebagai rumah-NYA di Bumi.
Layaknya seorang tamu, semua Muslim yang berkunjung ke Tanah Haram-NYA akan diberi jamuan yang luar biasa nikmat.
Berbeda dengan manusia pastinya, Allah SWT memberikan jamuan kepada tamu-tamu-NYA berupa janji semua doa akan dikabulkan dan pintu ampunan dibuka seluas-luasnya.
Hal itu tertuang dalam Hadis Ibnu Majah yang meriwayatkan Abu Hurairah RA mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “Para jemaah Haji dan Umrah adalah tamu-tamu Allah SWT. Bila mereka berdoa kepada-NYA, maka Dia akan mengabulkan-NYA dan bila mereka memohon ampunan kepada-NYA maka Dia akan mengampuni-NYA.” Jamuan apa lagi yang lebih nikmat dari doa yang dikabulkan dan ampunan yang diterima oleh Sang Pencipta dan Pemilik Kehidupan ini.
Abu Hurairah RA juga meriwayatkan Rasulullah SAW pernah bersabda “Siapapun yang mengerjakan Haji (pada) Baitullah ini dan tidak melakukan jimak maupun fasik, maka akan kembali sebagaimana ketika dilahirkan ibunya.” Suci dan bersih dari dosa di dunia. Barangkali itulah, banyak umat Islam yang pernah mengunjungi Baitullah dan menikmati ibadah di Tanah Haram itu selalu rindu dengan jamuanNYA, merasakan diri kembali bersih, suci, serta ketenangan dan kedamaian ketika berada di dekat Baitullah, yang mungkin tidak pernah ditemui di tempat lain.
Di tempat tersebut, di Masjidil Haram, di dekat Baitullah, kita bisa mengadu tentang banyak hal, seperti orang curhat (curahan hati) kepada sahabat terdekat yang paling dipercaya. Mengharapkan bantuan-NYA, merasakan dekapan dan dukungan-NYA, serta merasakan cintaNYA yang luar biasa karena seakan DIA ada selalu di hati kita.
“Kerinduan pada Baitullah seperti orang jatuh cinta berkali-kali. Sekali melihatnya, pasti ingin kembali lagi,” begitu kata seorang teman.
Takut Lantas mengapa sebagian besar umat Islam ada yang takut dan khawatir ke sana, padahal ia mampu melakukan perjalanan haji yang wajib dilakukan untuk menggenapkan Rukun Islam ke-5.
Ada mitos pada sebagian umat Muslim di dunia, terutama di Indonesia, bahwa ke Tanah Haram, akan mendapat balasan atas kesalahan dan keburukan yang dilakukan di selama ini.
Contohnya ketika suatu hari, Kantor Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 1436H/2015M Daerah Kerja (Daker) Mekah, kedatangan jemaah renta yang nyasar di Masjidil Haram.
Kakek itu berteriak-teriak histeris, mencari pintu, ingin keluar, namun ditahan petugas sampai ada yang mengantar ke pemondokannya.
Namun sayang, sang kakek tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga ia merasa asing meski semua petugas di kantor Daker Makkah orang Indonesia. Rasa asing itulah mungkin yang membuat takut dan terus berteriak histeris.
Salah seorang petugas yang bisa sedikit bahasa si kakek, usai berbincang dengan orang tua itu, kemudian mengaitkan kejadian yang dialami pria berusia sekitar 70 tahun itu sebagai balasan karena dia poligami, punya dua istri, sehingga nyasar dan tidak tahu pintu kemana harus kembali ke pemondokan.
Ujian Akan kah Allah SWT sekejam itu? Menghukum hambaNYA di Tanah SuciNYA? Profesor Aswadi, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya, Jawa Timur, yang menjadi salah satu tim pembimbing ibadah pada PPIH tahun ini mengatakan ujian bisa datang dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. “Tidak harus di Tanah Suci,” katanya.
Sayangnya, manusia kadang alpa (lupa) ketika diberi peringatan dan ujian ketika berada di rumah atau di Tanah Air, tapi baru tersentuh ketika berada di Tanah Haram seperti Mekah dan Madinah.
“Memang disini akumulasi ibadah dilakukan secara total dan ritualnya tertata sedemikian rupa sehingga mudah mengkoreksi kesalahan,” kata Dosen S3 itu.
Namun, ia menegaskan ujian di Tanah Suci bukanlah sebagai “imbalan” atau balasan atas kesalahan di Tanah air. Itu ujian yang bisa terjadi dimana saja.
“Dimana saja dan kapan saja bisa diperlihatkan Tuhan YME. Tapi kadang kita tidak merasa,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia lebih mengimbau agar jamaah sebelum berangkat ke Tanah Haram memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ibadah yang dilakukan, kemudian beribadah secara total, meninggalkan yang sirik, dan banyak berbuat kebaikan.
“Kalau sudah ada justifikasi seperti itu (kejadian, peristiwa, atau sakit di Tanah Haram) adalah hukuman dan balasan, akan melemahkan yang sudah lemah imannya,” ujar Aswadi.
Buat mereka yang telah siap lahir bathin menunaikan ibadah Haji, perjalanan ibadah ke Tanah Suci akan terasa nikmat dan indah karena jamuan pahala, ampunan, dan doa yang (Insya Allah) dikabulkan.
“Orang yang mendapat marifat (manfaat) dari berhaji akan damai dan mampu mendamaikan, tenang dan menenangkan, senang dan menyenangkan orang lain,” kata Aswadi.
Itulah ganjaran bagi mereka yang mengejar dan merasakan banyak cinta Allah SWT tercurah di Tanah Haram ini.
Ibnu Abbas menceritakan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Setiap siang dan malam Allah Azza wa Jalla menurunkan 120 rahmat kepada Baitullah, 60 diantaranya untuk orang-orang yang berthawaf, 40 untuk orang-orang yang shalat, dan 20 untuk orang-orang yang memandang Baitullah.”
Dalam Hadis lain yang Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah juga pernah mengatakan, “… Siapapun yang keluar mengunjungi Baitullah ini baik untuk berhaji dan umrah , maka dia dalam jaminan Allah SWT. Jika DIA memanggilnya, maka akan dimasukkan ke dalam Surga, dan jika DIA berkenan mengembalikannya, DIA akan mengembalikannya disertai pahala dan keberuntungan.” Subhanallah.
Semoga Allah SWT menjadikan lebih banyak lagi jamaah Indonesia menjadi haji yang mabrur dan memperoleh cintaNYA di Baitullah, di Makkah Al Mukarammah. Aamiin.
Artikel ini ditulis oleh: