Medan, Aktual.com – Coorporate Secretary Subholding PT Kilang Pertamina International (KPI) Ifki Sukarya lebih memilih bungkam hingga berita ini dilaporkan, daripada menjawab beberapa pertanyaan soal temuan hasil audit BPKP terhadap proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.

Padahal, sejak Jumat 1 Oktober 2021 lau, Pjs SVP Corporate Comunication and Investor Realtions Holding PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman sudah meneruskan pertanyaan CERI kepada Ifki Sukarya. Baru pada Sabtu 2 Oktober 2021 Ifki Sukarya memberi kabar bahwa pihaknya sedang mempersiapkan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Demikian keterangan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman kepada wartawan di Medan, Rabu (6/10/2021).

“Anehnya, hingga hari ini subholding PT Kilang Pertamina tidak memberikan keterangan apa pun untuk menjelaskan apa benar beberapa temuan BPKP itu yang sudah menjadi pengetahuan publik,” ungkap Yusri.

Sebab, lanjut Yusri, yang menjadi pertanyaan CERI antara lain apakah benar pada pekan lalu BPKP telah melaporkan hasil audit investigasi terhadap proyek RDMP Balikpapan kepada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris yang dihadiri Direktur Utama dan Komisaris Utama Pertamina.

Menurut Yusri, inti dari sebagian laporan audit BPKP itu antara lain mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan kontrol atas konsorsium. Pada awalnya dalam dokumen-dokumen tender, SK Energy berposisi sebagai pimpinan atau leader konsorsium.

Lalu, di tengah perjalanan pelaksanaan proyek, SK Energy diketahui telah mundur dari konsorsium. Pimpinan konsorsium RDMP Balikpapan pun diketahui berubah menjadi Hyundai EC. “Infonya perubahan pimpinan konsorsium ini lah yang diduga kuat telah melanggar aturan tender,” ungkap Yusri.

Mengenai hal ini, dilansir bisnisnews.id edisi 5 Oktober 2021, PT. Pertamina pada tanggal 10 Desember 2018 telah menanda tangani kontrak EPC dengan Konsorsium SK Engineering & Contraction (leader) dengan anggotanya Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Nilai kontrak EPC saat itu mencapai USD4 miliar atau Rp57, 8 triliun untuk pembangunan Inside Battery Limit (ISBL) dan Outside Battery Limit (OSBL).

Sementara itu, lanjut Yusri, audit BPKP itu juga mengungkapkan adanya pemberian cash advance atau pembayaraan di muka dari Pertamina kepada konsorsium.

“Karena di dalam PQ tidak ada cash advance ini, sehingga kebijakan itu melanggar ketentuan dan tidak memiliki dasar hukumnya,” beber Yusri Usman.

Audit itu menurut Yusri juga mengungkap adanya peningkatan capital expenditure (capex) proyek RDMP yang signifikan diakibatkan persetujuan berkali-kali atas Change Order yang tidak didasari oleh alasan teknis maupun perencanaan dan hukum yang sesuai ketentuan berlaku.

“Sehingga, atas dasar temuan itulah duduga Pak Ahok sebagai Komut Pertamina pada tanggal 29 September 2021 telah mengeluarkan pernyataan keras kepada konsorsium kontraktor EPC Kilang RDMP Balikpapan dan telah pula dikutip oleh banyak media,” ungkap Yusri.

Yusri mengatakan, informasi-informasi mengenai hasil audit BPKP itu lah menjadi pertanyaan yang dilayangkan CERI kepada Ifki Sukarya. CERI melakukan konfirmasi itu untuk mengetahui apakah benar informasi hasil audit tersebut.

“Akan tetapi, atas sikap Ifki Sukarya yang memilih bungkam hingga saat ini, akan menimbulkan spekulasi luas di publik, dan itu adalah sikap resmi Subholding PT KPI. Maka dapat ditafisrkan bahwa pernyataan keras Ahok kepada konsorsium kontraktor kilang RDMP Balikpapan berdasarkan hasil temuan audit BPKP sejak Maret hingga Agustus 2021,” ungkap Yusri.

Diberitakan sebelumnya, ada pun pernyataan keras Ahok kepada konsorsium kontraktor kilang RDMP antara lain, konsorsium bisa menyelesaikan dengan kualitas baik, dan penyelesaian jangan molor waktunya dan Ahok melarang adanya tambahan biaya yang bisa merugikan Pertamina maupun nilai keekonomian proyek kilang ke depannya.

“Intinya, Ahok ingin proyek ini dengan segala konsekwensinya, tetapi harus tetap sesuai aturan dan asas keadilan,” ungkap Yusri.

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi