Warga memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Bumi Cengkareng Indah, Jakarta, Sabtu (21/1). Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menyatakan tarif listrik daya 900 VA non-subsidi akan naik per KWh sebanyak 32 persen. Kenaikan tersebut akan dilakukan bertahap dalam tiga bulan ke depan, pada bulan Januari-Maret-Mei. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan kebijakan pencabutan subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL) kapasitas 900 volt ampere (VA) yang dilakukan pemerintah sejak awal setiap dua bulan itu.

Apalagi kemudian, menurut YLKI, kebijakan ini sangat tak kontraproduktif ketika pelayanan yang diterima konsumen dari pasokan listrik selama ini masih byar-pet alias sering mati dan nyala.

“Mestinya kenaikan tarif itu harus paralel dengan kenaikan pelayanan. Tapi saat ini, bisa sangat kontraproduktif, jika tarif naik sama dengan tagihan naik, tapi di sisi lain masih byar-pet,” jelas Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, saat dikonfirmasi, Jumat (26/5).

Sejauh itu, kata dia, dalam amatan YLKI, kendati TDL naik, tapi tak paralel dengan insentif pada konsumen. Juga tak paralel dengan kemudahan mendapat listrik. “Dan yang terpenting juga mestinya paralel dengan integritas dari kinerja PT PLN (Persero),” jelas dia.

Padahal, kata dia, dampak kebijakan kenaikan TDL ini sangat besar. Salah satunya, dengan pencabutan subsidi sama dengan inflasi naik. Alias daya beli konsumen akan menurun.

Dalam catatan YLKI, untuk perkotaan, dan untuk komoditas non makanan, tarif listrik memicu kemiskinan sebesar 2,86 persen atau nomor urut dua. Nomor urut satunya perumahan (9,8 persen), dan ketiga, ВВМ (2,84 persen).

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby