Pertempuran itu merupakan yang pertama kalinya terjadi sejak kedua pihak menggabungkan kekuatan untuk menggulingkan Presiden Omar Hassan al-Bashir pada 2019.
Berbagai pihak yang memiliki pengaruh kuat di dunia, seperti Amerika Serikat, China, Rusia, Mesir, Arab Saudi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (EU) dan Uni Afrika (AU), mengeluarkan desakan kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menghentikan permusuhan.
Upaya untuk mengakhiri kekerasan juga dijalankan pada Minggu oleh negara-negara tetangga serta berbagai badan regional.
Upaya tersebut antara lain berupa tawaran dari Mesir dan Sudan Selatan untuk menjadi penengah antara pihak-pihak yang terlibat konflik, menurut pernyataan kantor presiden Mesir.
Sejumlah saksi mata mengatakan pada Sabtu bahwa militer Sudan menggempur sebuah pangkalan milik RSF di Kota Omdurman, yang berdampingan dengan Ibu Kota Khartoum.
Baik militer maupun RSF mengaku bahwa mereka telah menguasai bandara Sudan dan fasilitas-fasilitas utama lainnya di Khartoum, tempat pertempuran berkobar sepanjang malam.
Kedua pihak itu selama ini bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, sementara faksi-faksi politik merundingkan pembentukan pemerintahan peralihan pascakudeta militer pada 2021.
Pada Minggu dini hari, para warga melaporkan bahwa mereka mendengar suara tembakan dan ledakan dari artileri berat sepanjang malam.
Tayangan televisi Al Arabiya memperlihatkan gumpalan asap pekat bermunculan di beberapa distrik di Khartoum.
Serikat-serikat dokter mengatakan situasi di lapangan menyulitkan pergerakan para petugas medis serta upaya untuk membawa orang-orang yang sakit ke dan dari rumah-rumah sakit.
Serikat dokter mendesak militer dan RSF untuk membuka jalur aman bagi mereka untuk bergerak.
Perusahaan telekomunikasi Sudan, MTN, telah memblokir layanan internet atas perintah otoritas telekomunikasi pemerintah, kata dua petinggi perusahaan itu kepada Reuters, Minggu.
Pertempuran pada akhir pekan itu berlangsung setelah ketegangan meningkat terkait penyatuan RSF ke militer.
Belum adanya kesepakatan soal jadwal penyatuan itu menyebabkan keterlambatan pada penandatangan sebuah perjanjian, yang didukung kalangan internasional, dengan partai-partai politik soal peralihan menuju demokrasi.
Konfrontasi yang berlarut-larut kemungkinan akan menjerumuskan Sudan ke dalam konflik yang lebih luas, ketika negara itu sedang bergulat menghadapi kehancuran ekonomi.
Keadaan itu mengganggu upaya untuk menyelenggarakan pemilihan umum.
Video-video yang beredar di media sosial memperlihatkan jet-jet militer terbang rendah di atas kota itu dan sedikitnya satu pesawat jet tampak menembakkan sebuah peluru kendali.
Komite Pusat Dokter Sudan melaporkan sedikitnya ada 56 warga sipil yang tewas dan 595 orang, termasuk sejumlah petempur, yang terluka sejak pertempuran meletus.
Sekitar setengah dari jumlah warga sipil tewas itu meninggal di provinsi-provinsi di luar Khartoum, kata komite tersebut.
Terjebak
Beberapa kelompok orang melaporkan bahwa mereka terjebak dekat istana presiden serta markas besar angkatan bersenjata.
Sekitar 250 siswa dan 25 guru terjebak sepanjang hari pada Sabtu di sebuah sekolah –yang berjarak kurang dari satu kilometer dari istana presiden– selama semalaman tanpa makanan, kata seorang guru kepada Reuters.
Sekitar 50 siswa yang belum dihubungi oleh keluarga mereka masih berada di sana, kata guru itu.
Seorang bocah tertembak di bagian dadanya setelah ia memasuki halaman sekolah namun selamat, kata seorang dokter.
Pada Sabtu pagi, RSF mengeklaim bahwa pihaknya sudah menduduki istana presiden, juga kediaman panglima militer, stasiun televisi negara, serta bandar-bandar udara di Khartoum, Kota Merowe di utara, Kota El Fasher, dan Negara Bagian Darfur Barat.
Militer membantah klaim tersebut.
Pemerintah telah memerintahkan penutupan tempat-tempat usaha, sekolah, bank, dan kantor pemerintahan pada Minggu.
Angkatan bersenjata Sudan mengatakan pihaknya tidak akan bernegosiasi dengan RSF, kecuali pasukan tersebut dibubarkan.
Pemimpin RSF, sementara itu, menyebut panglima militer Burhan sebagai “penjahat” dan “pembohong”. (Reuters)