Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, menilai permohonan penahanan terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) wajar dilakukan saksi pelapor.

Apalagi, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ahok kurang bisa menjaga lisannya. Hal itu dibuktikan dari pernyataannya dalam sebuah wawancaranya dengan Australian Broadcasting Corporation News (ABC News).

Dimana Ahok menyebut peserta Aksi Bela Islam di Jakarta bernuansa politis dan pesertanya dibayar Rp 500 ribu. Ahok merujuk mengenai hal tersebut dari sebuah pemberitaan.

“Permohonan penahanan terhadap Ahok yang diajukan itu sangat wajar, karena ternyata Ahok sulit menjaga lisannya,” terang Ikhsan kepada Aktual, Selasa (10/1).

Kebiasaan menyakiti orang lain, baik secara pribadi maupun kelembagaan, juga seringkali dilakukan terdakwa. Dalam eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara misalnya, sambil terisak Ahok kembali menyatakan mengenai lawan-lawan politiknya yang disebutnya tidak berani bersaing secara sehat.

Surat Al Maidah ayat 51 kembali dijadikan ‘kambing hitam’ karena disampaikan Ahok terus digunakan lawan-lawan politiknya dimaksud.

“Artinya apa, artinya memang dia (Ahok) sudah berniat untuk melakukannya melalui cara seperti itu. Itu kan jelas, saya kira ini karena memang perilakunya seperti itu, seyogyanya dilakukan penahanan,” jelas Ikhsan.

Alasan lain yang bisa menjadi pertimbangan majelis hakim, lanjut dia, yakni berangkat dari kasus serupa yang terjadi sebelumnya. Dimana semua pelaku dilakukan penahanan dan tidak ada yang lolos.

“Semua ditahan dengan pasal yang sama, penistaan agama. Kenapa ini tidak ditahan? Jangan sampai umat Islam menilai adanya sikap diskriminatif, ini kan sudah memenuhi unsur Pasal 156 KUHP,” demikian Ikhsan.

Artikel ini ditulis oleh: