Seorang montir, I Wayan Sumardana alias Tawan memperbaiki alat sepeda motor pelanggan dengan lengan robot buatannya di bengkel kerjanya di Desa Nyuh Tebel, Karangasem, Bali, Kamis (21/1). Pria tamatan SMK tersebut merancang lengan robot dari barang bekas dengan pengendali elektronik dan mekanik untuk membantu gerak lengan kirinya yang mengalami kelumpuhan sejak enam bulan lalu. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/nz/16.

Denpasar, Aktual.com – I Wayan Sumardana dijuluki manusia robot, sejak ia mengalami kelumpuhan pada tangan kirinya. Pria kelahiran 1984 itu mengubah sebagian tubuhnya dengan perangkat besi. Ia kini dapat kembali bekerja secara normal sejak memasangkan alat yang dirakitnya sendiri dari barang rongsokan itu.

Kendati tangan kirinya dapat bekerja seperti sedia kala, namun Sumardana mengaku robot yang dipasang di tubuhnya itu belum begitu sempurna, terutama di bagian jari tangannya. Ia kini berupaya untuk menyempurnakan dirinya menjadi “manusia robot”.

“Kekurangannya di jari saja. Masih kurang alatnya jadi belum sepenuhnya sempurna. Alatnya ada untuk menggerakkan jari,” kata Sumardana saat ditemui di bengkelnya di Jalan Gusti Ngurah Tenganan, Desa Nyuh Tebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, ditulis Kamis (21/1).

wayan sumardana

Menurutnya, dua jari tangan kirinya yakni jari manis dan kelingking, hingga kini belum bisa digerakkan. “Saya baru mengandalkan tiga jari saja. Biasanya jari selalu berlima, ini cuma tiga. Kasihan yang dua,” papar bapak tiga anak ini.

Ia mengaku masih membutuhkan dana sekira Rp3 juta untuk menyempurnakan diri menjadi manusia robot. “Dibutuhkan 10 alat untuk menggerakkan jari. Harganya sekitar Rp300 ribu perbiji. Tinggal dikalikan 10 saja. Itu yang termurah. Ada yang mahal yang lebih canggih,” jelas Sumardana.

“Saya mau menyempurnakan lagi alat robotik saya biar lebih maksimal. Saya sudah putus asa. Keajaiban (untuk sembuh) semakin ditunggu semakin tidak ada,” tambah dia.

Ia pun berpesan kepada semua orang agar tak berputus asa dalam menjalani hidup. Bagi mereka yang kini tengah menderita sakit, Sumardana berpesan agar tak menyerah. “Buat mereka yang sakit, jangan menyerah. Berusaha bertahan hidup jangan bergantung pada orang lain. Itu saja kuncinya. Yang sehat juga harus terus bekerja,” ingat dia.

Sumardana mengaku tak terlalu berharap banyak dengan bantuan pemerintah. “Saya dikasih (bantuan) atau tidak, tak masalah. Dikasih saya terima, tidak juga tak apa. Saya masih bisa bekerja meski masih dalam keadaan seperti ini,” bebernya.

“Harapan saya orang-orang miskin tolong diperhatikan. Di kampung saya banyak yang miskin. Kasihan mereka padahal pintar-pintar. Saya lah salah satu contohnya,” tambah Sumardana.

Ia pun seperti tak lagi memiliki harapan dengan pemerintah. Betapa tidak, sejak mengidap kelumpuhan, tak ada perhatian sedikitpun dari pemerintah. “Begitu saya sudah terekspos baru pada datang ke sini. Bahkan saya diminta usir teman-teman wartawan. Mungkin malu kemiskinan di Karangasem terungkap. Saya tidak peduli. Faktanya demikian. Di kampung saya yang miskin dan pintar banyak, tapi mereka ditindas. Sistem kita masih kerajaan,” tegas Sumardana.

“Dulu ada bantuan, bansos, dipotong lagi 50 persen. Lalu katanya ada bantuan bedah rumah. Janji saja, tidak ada sampai sekarang saya terima. Saya tanya soal bantuan itu dijawab saya katanya orang luar daerah. Giliran bantuan saya dibilang luar daerah. Giliran urunan uang, saya dibilang orang dalam dan harus nyumbang,” demikian keluh kesah Sumardana.

Artikel ini ditulis oleh: