Jakarta, aktual.com – 21 Mei 1998 adalah hari lahirnya sebuah era. Presiden Soeharto menyatakan berhenti setelah berkuasa selama 30-an tahun. Era Orde Baru berakhir. Era reformasi yang berpondasi liberalisme lahir pada hari itu. Satu hari setelah peringatan lahirnya reformasi, 22 Mei, pada hari itu KPU akan menetapkan rekapitulasi suara Pilpres secara nasional.
Orang Jawa bilang “ndilalah”, kebutulan atau “blessing in disguise”. Kehendak Tuhan senantiasa terlihat berjalan secara alamiah. Namun, tidak ada kehendak Tuhan yang terjadi secara kebutulan. Everything is by design. Bahkan jatuhnya daun yang kering pun, semuanya atas kehendak dari hukum alam yang ditentukan Tuhan.
Kebutulan pada bulan Mei 2019 tahun ini bertepatan juga dengan jadwal penetapan rekapitulasi suara Pilpres yang terjadi selang satu hari setelah peringatan reformasi. Nampaknya peristiwa itu merupakan sebuah pertanda alam yang terlihat alamiah. Setelah kita memperingati hari reformasi, esoknya kita musti bersiap untuk berduka. Negara era reformasi itu diperkirakan akan mulai runtuh, sirna atau wafat di usia muda, 21 tahun.
Negara era reformasi akan menyusul nasibnya Sriwijaya dan Majapahit. Dua negara ini pernah hidup dan sirna di atas tanah yang sama. “Sirno ilang kertaning bumi”, hilang dan lenyap ditelan bumi. Sengkalan itu mengirim pesan kepada kita tentang keadaan ketika itu yang sangat perih dan menyakitkan. Ketika itu ruh dari Majapahit itu pergi meninggalkan jiwa dan raganya. Emperium besar itu sirna, runtuh atau wafat.
Dulunya sistem negara reformasi itu dianggap sebagai panasea, obat mujarab. Diharapkan sistem itu dapat menyembuhkan sejumlah penyakit kronis di era sebelumnya. Kenyataannya makhluk yang bernama reformasi itu telah bermutasi menjadi virus kanker ganas. Kanker itu telah menyerang seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik sendi sosial, politik, ekonomi, pertahanan, hingga yang paling mendasar yaitu moralitas diserang virus kanker ganas reformasi. Di usia yang masih muda, 21 tahun itu, sistem negara era reformasi itu diperkirakan tidak akan mampu bertahan hidup, akan runtuh, wafat atau sirna ditelan oleh badai sejarah.
Keadaan negara era reformasi tersebut dapat kita ibaratkan persis pasien yang sedang koma dan dirawat di ICU. Rasanya sangat sulit untuk bisa memastikannya hidup kembali. Medical treatment yang sedang dilakukan ternyata tidak juga berhasil meringankan penyakit yang sedang diderita.
“Gerombolan” penyelenggara negara yang bertindak sebagai dokter ternyata gagal memahami kondisi yang sedang dihadapi. Mereka lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan ketimbang pendekatan kepemimpinan dan keteladanan. Akibatnya, virus kanker ganas itu justru makin ganas menggerogoti tubuh justru setelah dilakukan medical treatment.
Kita tidak berpretensi mendahului kehendak Tuhan. Tapi jika dilihat dari kondisi penyakit yang sedang diderita saat ini, bisa dipastikan nasib negara era reformasi sudah sangat sulit untuk diselamatkan. Kita justru akan menyiksa diri kita sendiri jika tetap mempertahankan sebuah sistem yang telah menggerogoti jiwa dan raga bangsa dan rakyat kita sendiri.
Sistem negara reformasi memang sengaja dibuat tidak dengan tujuan menegakan kedaulatan rakyat. Kita memperjuangkan kemerdekaan berpendapat dan berserikat, agar rakyat berdaulat secara politik dan ekonomi. Dulu para pendiri memperjuangkan kemerdekaan Indonesia 1945, agar rakyat dapat berdaulat secara politik di negeri sendiri. Dengan demikian diharapkan kehidupan ekonomi rakyat bisa tumbuh mandiri tanpa penjajahan.
Namun, kenyataannya kebebasan di era reformasi justru dibajak oleh oligarki jahat untuk menjarah ekonomi nasional. Mereka membajak kehendak murni rakyat dan mahasiswa untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Segelintir oligarki politik dan kartel ekonomi taipan-saudagar itu, mereka juga telah membajak institusi negara era reformasi. Mereka sebetulnya pelaku makar yang sesungguhnya.
Sumber Kapital Kering
Sindikat perampok BLBI dan kartel yang menjarah Sumber Daya Alam (SDA), mereka adalah penopang utama rezim reformasi. Sindikat BLBI dan kartel SDA adalah kekuatan kapital atau sumber utama bahan bakar yang menggerakan mesin reformasi selama 21 tahun. Sindikat BLBI tersebutnya adalah pelaku makar karena telah membobol duit di Bank Sentral.
Dari sumber dana yang dijarah melalui skema BLBI dan KLBI itu kemudian dibuat sejumlah skema untuk pembiayaan amandemen UUD 1945. Seakan-akan sumber pembiayaan agenda reformasi itu berasal dari lambaga donor asing. Padahal jika ditelusuri, dana-dana itu sebetulnya milik rakyat Indonesia juga yang mereka rampok dengan membobol bank Indonesia dalam skema BLBI dan KLBI.
Anggaran untuk reformasi politik, hukum dan birokrasi yang katanya dari lembaga donor asing itu, sebetulnya juga bersumber dari uang perampokan BLBI-KLBI. Demikian juga anggaran untuk membiayai pembentukan sejumlah LSM dan Parpol yang menjamur di era reformasi sebetulnya juga bersumber dari duit yang dibobol di Bank Indonesia melalui skema BLBI.
Sebagai pembandingnya, di sejumlah negara Amerika Latin, sumber bahan bakar yang menggerakan mesin perubahan politik ke arah liberalisasi dan demokratisasi di sana berasal dari kartel narkoba. Operasi intelijen barat terlebih dahulu membentuk kantong logistik untuk membiayai operasi tersebut. Diantara kantong logistik itu, mereka bekerjasama dengan kartel narkoba. Dari uang perdagangan narkoba itu dipakai sebagai dana untuk melakukan operasi liberalisasi di negara-negara Amerika Latin.
Sejatinya demokrasi itu dibentuk oleh rezim kapitalisme yang menuntut persamaan politik dan kesetaraan di depan hukum. Sejarahnya memang seperti itu, demokrasi itu sebetulnya lahir dari kandungan kaum kapitalis untuk menutut kesamaan hak dan kesamaan derajat sosial dengan kaum feodal. Karena itu, di negeri barat, sumber kapital atau bahan bakar yang menggerakan mesin demokratisasi dan liberalisasi itu berasal dari kekuatan kapitalis industri.
Berbeda dengan di Indonesia dan Amerika Latin, berlangsung demokratisasi tanpa industrialisasi. Karena itu, ketika negara barat memaksakan projek liberalisasi dan demokratisasi, mereka terlebih dahulu menciptakan sumber kapital sebagai bahan bakarnya untuk menggerakan liberalisasi dan demokratisasi.
“Tidak mungking sebuah operasi intelijen untuk menguasai atau menghancurkan sebuah negara tertentu menggunakan APBN”. Demikian juga, biaya operasi intelijen atau militer untuk menghancurkan sejumlah negara di Timur Tengah misalnya sebetulnya bersumber dari uang minyak yang berasal dari Timur Tengah sendiri.
Di negeri kita, Indonesia, tidak ada industrialisasi di sini. Maka sumber kapital untuk menggerakan liberalisasi dan demokratisasi itu diciptakan dari kekuatan oligarki jahat, yaitu sindikat BLBI dan kartel SDA. Di Amerika Latin, sumber kapitalnya berasal dari kartel narkoba, kartel SDA dan kartel jahat lainnya. Di negeri kita Indonesia, sekian tahun lama sindikat BLBI dan kartel SDA dijadikan kaki tangan barat dalam menjarah ekonomi nasional dan mengendalikan institusi negara.
Dari dalam kandungan sindikat BLBI dan kartel SDA tersebutlah dilahirkan oligarki politik dinasti yang memegang kendali politik negara hingga saat ini. Kartel jahat itu membajak negara melalui mengendalikan pemimpin Partai Politik dan pemimpin negara. Hampir seluruh institusi negara dari pusat hingga daerah, dari Presiden dan Ketua DPR-RI hingga Bupati, mereka adalah hasil peternakan sindikat BLBI dan kartel SDA.
Dalam sejumlah operasi politik untuk memenangkan pimpinan nasional, pimpinan daerah hingga pimpinan lembaga legislatif dan yudikatif, sering sekali diduga dibantu oleh “sindikat intelijen jahat” yang telah berkhianat dan menyeleweng dari sumpahnya sebagai prajurit perang pikiran.
Kini, sumber kapital yang menggerakan reformasi itu sudah mulai mengering. Bahan bakar reformasi yang bersumber dari sindikat BLBI dan kartel SDA itu telah gosong. Matahari baru yaitu kekuatan kapitalis teknologi informasi yang sedang memegang kendali menganggap kartel dan sindikat lama tersebut sebagai parasit yang harus dimusnahkan. Mereka menghendaki keterbukaan informasi dan penyelesaian terhadap sejumlah kejahatan keuangan nasional dan international.
Sistem negara era reformasi akan runtuh atau sirna seiring diantaranya disebabkan oleh: pertama, dana gelap hasil rampokan BLBI telah mengering. Para perampoknya kini sedang menghadapi tuntutan pengadilan baik nasional maupun international. Kedua, jatuhnya harga komoditas international. Ketiga, kejahatan money laundry sedang menghadapi ancaman secara international. Dengan demikian sumber dana oligarki politik dinasti dipastikan juga akan kering. Bahan bakar yang menggerakan sistem reformasi juga makin mengering.
Sistem negara era reformasi yang telah bermutasi menjadi virus kanker jahat sudah waktunya memang harus sirna atau runtuh. Semoga Tuhan yang maha kuasa mempercepat takdirnya untuk “wafat”. Semoga kita dapat mengembalikan cita-cita dibentuknya negara oleh para pendiri bangsa pada tahun 1945. Semoga rakyat kembali berdaulat di negeri sendiri.
Semoga kemerdekaan berpendapat yang dijamin konstitusi dapat menempatkan kembali rakyat menjadi pemilik atas sumber daya alam dan kekayaan negara. Semoga konstitusi (UUD 1945) kembali menjadi landasan dan pedoman dalam penyelenggaraan negara. Semoga tidak akan lahir lagi pemimpin negara yang menjadi boneka dan parasitnya kartel taipan-saudagar.
“Angkat senjatamu Arjuna dan majulah berperang. Jalankan kewajibanmu tanpa keraguan di hati”.
Oleh: Haris Rusly Moti, Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998, Yogyakarta. Pemrakarsa Intelligence Finance Community (InFINITY).
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin