Lebih lanjut Piter mengkritisi Holding Migas yang memasukkan PT PGN menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero). Sedangkan diketahui PT Pertamina sendiri tidak mampu menangani anak usahanya yakni PT Pertagas dalam menjalankan bisnis yang ada.

Sebagaimana terungkap melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian ratusan miliar yang dialami PT Pertagas.

Diketahui potensi kerugian Pertagas bersumber dari tidak optimalnya bisnis niaga dan transportasi gas perusahaan di sejumlah wilayah, mulai dari Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur dalam periode 2014 hingga semester I 2016.

Akibatnya Pertagas menanggung kehilangan pendapatan senilai USD 16,57 juta dan timbulnya piutang macet senilai USD 11,86 juta.

“Bagaimana mungkin kita berharap holding ini menjadi baik kalau yang menjadi induk holding (Pertamina) kinerjanya tidak lebih baik dari yang di bawahnya (PGN),” tegas Piter.

Namun aspek lain tuturnya, bahwa persolan ekonomi tidak terlepas dari aspek politik, sehingga motif yang ada di belakang pembentukan holding lebih kentara politiknya dibanding aspek ekonomi.

“Ini yang muncul bukan aspek ekonominya tapi lebih kepada aspek politik dibalik pembentukan holding,” pungkas dia.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby