Jakarta, Aktual.co — Setelah pemilahan Presiden muncul paradikma dengan adanya kekuatan yang ditunjukan dua kubu, yang menunjukan kekuatannya sehingga kekuatan para pemuda menjadi imbas saling berseteru.
Oleh karena itu, Pustaka institut mengelar diskusi dengan tema “Rejuvenasi Spirit Sumpah Pemuda Sebagai Perekat Bangsa Pasca Pilpres 2014” di Galery Caffe Jakarta, Kamis (16/10).
Pengamat muda Dimas Oky Nugroho mengatakan, dirinya bersama pemuda bangsa selalu mengulirkan pencerahan dalam pembangunan karakter pemuda bangsa Indonesia dalam melakukan pembangunan nasional yang lebih baik.
“Secara Konstitusi bahwa anggota dewan eksekutif yang bisa menentukan kinerja Jokowi, tetapi dilain itu juga bahwa semua visi dan misi yang baik buat bangsa semua pihak harus mendukung,” kata dia.
Sosok Jokowi, kata Dimas, tidak jauh beda dengan sosok obama, dimana dalam pencalonan diri banyak hal-hal yang mengganjalnya dan mendapat persaingan sengit dari pihak lawannya, termasuk juga didalam kebijakan di anggota dewan.
“Saya melihat ini merupakan keberuntungan kita bersama, Jokowi memang bukan kekuatan politik tunggal,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama Prof. Dr. Ir. Asep Saepudien juga mengatakan bahwa secara kepemudaan kita mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dari jaman ke jaman.
“Memang dalam proses setelah pilpres ada pergelokan politik yang cukup sengit, menurut saya itu hanya tinggal kedewasaan berpikir saja dalam berpolitik,” kata dia.
Asep juga mengatakan, karakter dalam kepribadian yang berbudaya juga harus menjadi parameter pelaksanaan azas Trisakti dalam pemerintahan nanti. Azas Trisakti memiliki unsur azas ekonomi, politik dan budaya.
“Untuk itu sebagai pemuda indonesia harus masuk kepada reformasi substansinya, bukan asal-asalan agar semua yang menjadi tujuan kita bersama tetap terwujud dan terbangun,” kata dia.
Sementara menurut Pahman Habibi, yang juga Ketua bidang Pemuda Muhammadiyah mengatakan, bicara tentang rejuvenasi harus kembali melihat pada generasi muda yang ada sekarang.
“Sebab musuh terbesar generasi muda saat ini adalah berhadapan dengan diri srndiri. Kondisi ini jelas berbeda dengan kondisi pemuda diera Soekarno. Sebab diera sekarang generasi muda terlalu dimanjakan dengan perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial yang lebih sering digunakan sebagai ajang curhat atau menghujat,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: