Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno. (ilustrasi/aktual.com)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Idris Laena menegaskan pemerintah jangan menyamakan Indonesia dengan negara tetangga yang luas wilayahnya jauh lebih kecil. Hal ini dikatakan Idris menanggapi rencana Menteri BUMN Rini Soemarno yang ingin membentuk superholding BUMN.

Menurutnya, perlu kajian mendalam terkait penyatuan lintas BUMN tersebut. Apalagi, jika superholding terwujud maka Kementrian BUMN dipastikan bubar.

“Jangan bandingkan dengan Singapura, dia negara lebih kecil dan pengawasan lebih mudah. Kita begitu besar ada di papua, dimana-mana. Siapa yang bisa awasi?,” ujar Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).

Idris mengatakan, UUD 1945 sebenarnya sudah cukup bagus dalam memfasilitasi masyarakat. Sebab, dalam Pasal 33 ayat 1 produksi disusun sebagai usaha bersama. Artinya, seluruh rakyat Indonesia boleh mempergunakan sumber daya alam yang ada di nusantara didasari asas kekeluargaan. Tetapi, hal itu pula dikunci ayat 2 dan 3 yang berkenaan dengan hajat orang banyak dikuasai negara.

“Nah terus gimana mau jadi superholding, loh itu kan jadi korporasi,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini pun tak sepakat jika rencana superholding BUMN tersebut dilanjutkan. Sebab, secara otomatis DPR sebagai lembaga pengawasan tak bisa lagi mengawasi badan-badan usaha yang disatukan tersebut.

“Begitu superholding, tidak lagi bisa. Bahkan holdingisasi sekarang pun DPR hanya bisa awasi 7 yang diholding. Holding karya, migas, dan lainnya. Hanya itu. Dibawah itu lepas dengan sendirinya,”

“Sekarang aja Karakatau Steel, Pertamina, itu BUMN punya rumah sakit sendiri. Itu sudah tidak bisa di kontrol DPR. Karena sudah beranak cucu tak bisa pengawasan kita. Akhirnya negara pisahkan uang untuk bangun bisnis tapi ketika dia jadi bisnis mereka turunkan jadi cucu perusahaan yang enggak bisa di kontrol. Itu menurut saya perlu dikaji mendalam,” ungkap Kabid Wirausaha, Koperasi dan UKM DPP Partai Golkar itu.

(Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka