Jakarta, Aktual.com — Kebijakan serampangan Direksi PT PLN atas surat edaran ketentuan harga Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) merupakan bentuk perlawanan terhadap negara. Ketua komisi VII DPR RI, Gus irawan pasaribu menegaskan agar surat tersebut segera dicabut karena bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen).

“Sampai sekarang belum dicabut, Seharusnya PLN cabut itu aturan, PLN tunduk kepada negara, negara terkait listrik diatur Kementerian ESDM, itu melawan negara,” katanya, di Jakarta, Jumat (3/6)

Dia merasa heran dengan tindakan PLN yang bertindak ‘mengangkangi’ Permen, padahal menurutnya Permen yang telah disusun tentu mempertimbangkan dari berbagai aspek, dia menduga motif PLN hanya mengejar profit.

“Ini kan aneh, Menteri menerbitkan Permen PLTMH karena ini upaya untuk meningkatkan Energi Baru Terbarukan (EBT), tentu tarifnya suda dianalisis dengan berbagai aspek pertimbangan; menarik investor untuk berinvestasi di PLTMH, tetapi PLN membuat aturan sendiri, Itu mungkin PLN hanya menegejar profit,” tukasnya.

Dia meyakini kejadian ini memberi efek buruk dan hilangnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya karena ketidak pastian hukum. Dia mensinyalir tindakan frontal yang dilakukan PLN saat ini ada ‘campur tangan’ Menteri BUMN, Rini Soemarno yang juga merupakan ‘majikan’ PLN.

Sebagaimana diketahui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2015 ini dibuat supaya investor tertarik membangun PLTMH dengan harga yang lebih tinggi. Untuk menanggulangi jika PLN mengalami kerugian, pemerintah mengalokasikan subsidi.

Namun dengan surat edaran tersebut membuat tarif yang ditentukan  PLN lebih rendah dibanding tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, pengembangan energi baru terbarukan berupa PLTMH bisa terhambat, karena pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) menjadi kurang tertarik untuk membangunnya dengan harga yang rendah.

Terkait hal ini, Menteri BUMN Rini Soemarno sempat melayangkan surat protes kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Menteri Rini meminta agar harga jual direvisi. Karena bisa menganggu keuangan PLN.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka