“Saya ilustrasikan, misalnya saat ini begitu Turki dihajar kenaikan 30%, presidennya menginstruksikan seluruh masyarkt Turki yang punya dolar harus ditukarkan dengan lira. Jadi menimbulkan satu efek permintaan yang tinggi terhadap Lira. Pada saat itu juga kami lakukan di 2003 itu,” ujarnya.

Kembali ke soal sidang kabinet, kata Syafruddin, pihaknya sudah mengumpulkan seluruh pihak terkait termasuk BUMN yang dikoordinasikan Meneg BUMN Laksamana Sukardi yakni untuk melakukan profiling untuk mengantisipasi agar permintaan terhadap dolar itu dibasa diprediksi.

“Kedua, yang kita lakukan itu menciptakan permintaan besar terhadap rupiah. Jad wktu itu kami instruksikan kepada seluruh staf di BPPN, bahwa kita hanya menerima rupiah,” katanya.

Kebetulan pada saat itu BPPN sedang menjual Danamon. Bank tersebut dibeli oleh investor asal Singapura. “Kita tegaskan, bahwa kami hanya mau menerima rupiah dan pada saat itu gempar pasar modal Singapura, Hongkong, dan London semua orang mencari rupiah,” katanya.

“Jadi dalam waktu 4 bulan, rupiah bisa kita buat dari Rp 13 ribu jadi Rp 8.800 dan kemudian dalam sidang kabinet berikutnya kami ditugaskan untuk membuat itu di level 9000 dan saya kira sampai kami tutup BPPN, sampai dengan 2007 nilai tukar rupiah itu berkisar di level yang sangat aman di level Rp 9000,” katanya.

Dia mengatakan, pola seperti ini juga bisa diterapkan sekarang untuk menurunkan nilai tukar dolar terhadap rupihak yang relatif melemah. “Pelajaran-pelajaran seperti itu bisa diterapkan kapan saja, termasuk saat ini yang memang nilai tukar kita sudah sangat lemah sekali,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara