Jakarta, Aktual.com – Seorang ulama yang terkenal dengan pemahamannya yang luas yaitu Al Alim Al Allamah Al Muhaddits Sayidi Syekh Abdul Aziz bin Muhammad Shiddiq Al Ghumari –Qaddasallahu sirrahuma- membahas suatu permasalahan tentang pengingkaran banyak kalangan ulama atas ungkapan seorang penyair sufi Ibnu Al Faridh dalam bait syairnya yang berbunyi :
وَإِذَا سَأَلْتُكَ أَنْ أَرَاكَ حَقِيْقَةً فَاسْمَحْ، وَلَا تَجْعَلْ جَوَابِي:لَنْ تَرَى
“Dan jika aku meminta kepada-Mu agar aku benar-benar dapat melihat-Mu..Maka kumohon (kabulkanlah).., dan janganlah Engkau (Ya Allah) Membalas permohonanku ini dengan jawaban : ”kamu takkan pernah bisa melihat-Ku”..”
Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa syair tersebut merupakan suatu ungkapan permintaan yang tidak diperkenankan dengan alasan bahwa Nabi Musa -‘Alaihisholatu Wassalam- yang bergelar Kalimullah (yang berbicara dengan Allah SWT) sekalipun tidak mendapatkan pengkabulan dari Allah SWT ketika beliau meminta untuk melihat-Nya, maka bagaimana mungkin seorang Ibnu Al Faridh bermunajat kepada Allah SWT dengan suatu permohonan yang tidak Allah SWT perkenankan kepada seorang Nabi Musa AS..?
Syekh Abdul Aziz bin Muhammad Shiddiq Al Ghumari QS dalam kitab karangannya “As- Sawanih” (yang masih berupa makhtuthat atau manuskrip) mengupas makna sebenarnya yang terkandung dalam bait syair tersebut yang seringkali disalahpahami oleh kebanyakan para ulama.
Beliau menjelaskan bahwa Ibnu Al Faridh –Radhiyallahu ‘Anhu- dalam bait syairnya mengutarakan permintaan kepada Allah SWT agar ia dapat “wushul ila tahuqquq” (sampai pada maqam haqiqat) sehingga ia tidak tergolong orang-orang yang buta mata hatinya atau ahli hijab yang memandang alam jagad raya ini sebagai pihak yang muthlaq yang terwujud dengan sendirinya atau sisi lain dari Allah SWT yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan-Nya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid