Syekh Yusri menambahkan, bahwa inilah kebanyakan dari ihwal baginda Nabi SAW, seperti yang dikisahkan bahwa suatu saat ketika Nabi sedang khutbah Jum’ah, tiba-tiba datanglah seorang a’robi (orang yang tinggal di jauh dari Madinah), kemudian mengadukan kepada baginda Nabi tentang paceklik yang menimpa para sahabat, akan tetapi baginda Nabi tidaklah berdo’a kepada Allah, akan tetapi menyibukkan diri dengan dzikir serta ridha terhadap apa yang Allah berikan dari ujian ini.

Hingga datanglah seorang a’robi ini dan memintanya untuk berdoa kepada Allah Ta’ala agar mengangkatnya, dan baginda Nabipun mengiyakannya.

Maka dari itulah, ada golongan waliyullah yang dinamakan dengan ahlu at tashfir (bertasharufkan sesuai kehendaknya atas seizin Allah) dan ahlu at tafwidh (berpasrahkan diri kepada Allah dalam segala hal), dimana macam yang kedua ini lebih tinggi derajatnya dari yang pertama.

Ahlu at tashfir yaitu waliyullah yang telah Allah berikan hak untuk melalukan sesuatu sesuai dengan isyarahnya, adapun ahlu at tafwidh mereka adalah para waliyullah yang selalu berpasrah diri atas pilihan Allah.

Sehingga dirinya tidak pernah memilih kecuali pilihan Allah, dan tidak pernah mengingatkan Allah karena Allah adalah Dzat yang tidak pernah lupa dan lalai.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid