Kairo, Aktual.com – Dalam sebuah pengajian al Hikam, Syekh Yusri menjelaskan bahwasanya hati seorang mukmin itu selalu berubah-ubah. Hal ini sesuai dengan asal kata hati dalam bahasa arab yaitu al qolbu yang artinya berubah-ubah. Maka dari itu Nabi Muhammad mengajarkan kita untuk selalu berdo’a:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى طًاعَتِكَ
Artinya “ Wahai Allah Dzat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hati hamba ini akan ketaatan padaMu “.
Bahkan hati seorang mukmin bisa menjadi mati kalau tidak dijaga dan diperhatikan oleh sang pemiliknya. Maka dari itu, hendaklah kita tahu sebab dan obatnya agar kita selalu memiliki hati yang hidup, sehingga amal yang keluar dari kita adalah amal yang solih dan diridhoi oeh Nya.
Syekh Yusri mengatakan sebab dari matinya hati ini ada tiga perkara: yang pertama adalah cinta dunia. Syariah tidak melarang seorang mukmin itu memiliki banyak harta, akan tetapi syariat membolehkannya dengan syarat mengeluarkan hak-hak dari harta yang kita miliki tersebut.
Yang dilarang adalah menjdikannya masuk kedalam hati kita, sehingga lebih mengutamakannya dari pada akhirat, bahkan menghalangi hak fakir miskin yang ada didalamnya.
Adapun obat dari penyakit cinta dunia ini adalah dengan berzuhud. Nabi Muhammad SAW bersabda:
إِزْهَدْ فِى الدُنْيَا يُحِبَّك اللهُ وَازْهَدْ فِيْمَا فِى أَيْدِى النَاسِ يُحِبُّكَ النَاسُ
Artinya “ berzuhudlah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berzuhudlah pada apa yang dimiliki seseorang, maka orang-orang akan mencintaimu”(HR.Ibnu Majah ).
Zuhud didunia ini menjadikan kita mendapatkan mabhabbatullah, dimana ketika seorang hamba itu sudah dicintaiNya, maka Allah akan menjadi pendengarannya, menjadi matanya, menjadi tangan dan menjadi kakinya, sebagaimana dalah hadits. Yang artinya semua perbuatannya adalah sebuah ketaatan dan ibadah semata.
Adapun sebab yang kedua adalah lalai dari berdzikir kepada Allah. Ketika seorang itu hatinya lalai, maka maksiatlah yang akan dilakukannya. Imam Syafi’i mengatakan:
نَفْسُكَ إِنْ لَمْ تُشْغِلْهَا بِالطَاعَةِ شَغَلَتْكَ بِالمَعْصِيَةِ
Artinya “ nafsumu jika tidak disibukkan dengan ketaatan makan akan disibukkan dengan kemaksiatan “.
Obat dari kelalaian hati ini adalah dengan mengisi waktu kita dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, pada setiap hembus nafas kita. Sehingga yang keluar adalah nafas yang berdenyutkan Allah, Allah, dan Allah.
Dzikir adalah merupakan penerang hati bagi seorang mukmin, merupakan sebab turunnya sakinah dan ketentraman hati. Allah berfirman
اَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُ القُلُوْبُ
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allahlah hati ini akan tenang “)QS. Ar Ra’d : 28).
Adapun yang ketiga dari sebab matinya hati ini adalah membiarkan anggota tubuh kita bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Hendaklah seorang mukmin selalu menjaga nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya. Diantara bentuk karunia Allah ini adalah kenikmatan anggota badan yang lengkap dan sehat.
Maka sudah seharusnya kita mensyukurinya, yaitu dengan cara menggunakanya untuk sesuatu yang Allah ridhai, sesuatu yang memang Allah jadikan tujuan dalam menciptakan kita, yaitu hanya beribadah kepadaNya. Adapun obat dari sebab yang ketiga ini yaitu shuhbah dengan para wali Allah dan orang-orang solih. Nabi SAW bersabda:
اَللرّجَلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya “ seseorang itu sesuai dengan akhlak kekasihnya, maka lihatlah siapakah mereka yang akan kalian jadikan kekasih “(HR. Turmudzi).
Maka, jadikanlah orang-orang solih itu sebagai temanmu, maka suatu saat kamu akan menjadi seperti mereka, dengan keberkahan bershuhbah ini.
Syekh Yusri menambahkan, bahwa ada beberapa tanda dari matinya hati, diantaranya adalah tidak adanya rasa sedih ketika ada sebuah ketaatanya yang terlewatkan olehnya.
Misalkan dia tidak solat berjamaah karena Adapun sebab yang kedua adalah lalai dari berdzikir kepada Allah. Ketika seorang itu hatinya lalai, maka maksiatlah yang akan dilakukannya. Imam Syafi’i mengatakan
نَفْسُكَ إِنْ لَمْ تُشْغِلْهَا بِالطَاعَةِ شَغَلَتْكَ بِالمَعْصِيَةِ
Artinya “Nafsumu jika tidak disibukkan dengan ketaatan makan akan disibukkan dengan kemaksiatan“.
Obat dari kelalaian hati ini adalah dengan mengisi waktu kita dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, pada setiap hembus nafas kita. Sehingga yang keluar adalah nafas yang berdenyutkan Allah, Allah, dan Allah. Dzikir adalah merupakan penerang hati bagi seorang mukmin, merupakan sebab turunnya sakinah dan ketentraman hati. Allah berfirman:
اَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُ القُلُوْبُ
Artinya “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allahlah hati ini akan tenang “)QS. Ar Ra’d : 28).
Adapun yang ketiga dari sebab matinya hati ini adalah membiarkan anggota tubuh kita bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Hendaklah seorang mukmin selalu menjaga nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya.
Diantara bentuk karunia Allah ini adalah kenikmatan anggota badan yang lengkap dan sehat. Maka sudah seharusnya kita mensyukurinya, yaitu dengan cara menggunakanya untuk sesuatu yang Allah ridhai, sesuatu yang memang Allah jadikan tujuan dalam menciptakan kita, yaitu hanya beribadah kepadaNya.
Adapun obat dari sebab yang ketiga ini yaitu shuhbah dengan para wali Allah dan orang-orang solih. Nabi SAW bersabda:
اَللرّجَلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya “ seseorang itu sesuai dengan akhlak kekasihnya, maka lihatlah siapakah mereka yang akan kalian jadikan kekasih “(HR. Turmudzi).
Maka, jadikanlah orang-orang solih itu sebagai temanmu, maka suatu saat kamu akan menjadi seperti mereka, dengan keberkahan bershuhbah ini.
Syekh Yusri menambahkan, bahwa ada beberapa tanda dari matinya hati, diantaranya adalah tidak adanya rasa sedih ketika ada sebuah ketaatanya yang terlewatkan olehnya.
Misalkan dia tidak solat berjamaah karena disibukkan perkara dunia, akan tetapi tidak ada penyesalan didalam hatinya. Yang kedua adalah tidak adanya rasa penyesalan ketika dirinya melakukan sebuah kekhilafan dan dosa.
Tanda yang ketiga adalah berteman dengan orang-orang yang mati hatinya, orang yang lalai dari dzikir kepada Allah. Keluarnya sebuah ketaatan dari seorang hamba adalah tanda akan kebahagiannya kelak, karena ini adalah tanda keridhoan Allah, dimana ini adalah sebuah kebahagiaan.
Begitu pula sebaliknya, munculnya kemaksiatan dari seorang hamba adalah tanda akan celakanya, karena hal ini adalah tanda kemurkaannya, dan murka Allah adalah sebuah kecelakaan bagi hambanya yang akan menjadikan dirinya bersedih kelak. Nabi bersabda:
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنُ
Artinya “barang siapa yang kebaikannya itu membuat dirinya bahagia, dan kemaksiatanya mejadikan dirinya bersedih maka dia adalah seorang mukmin “(HR. Turmudzi ). Allah ‘Alam.
Laporan: Abdullah AlYusriy
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid