Begitulah pengaruh sihir kepada manusia, sehingga tidaklah perlu menda’ifkan atau bahkan menghilangkan hadits sihir ini dari kitab Shahih Bukhari, seperti pendapatnya orang yang mengingkari sihir Nabi.
Mereka mengatakan, bahwa baginda Nabi SAW tidaklah mungkin terkena sihir, karena sihir ini bisa menghilangkan ke’ismahan dari seorang Rasul, sehingga tidak mampu menyampaikan tugas kerasulannya.
Karena sihir ini bisa berpengaruh kepada akal dan hati seseorang, sehingga mereka lebih memilih untuk membuang hadits-hadits tentang sihir Nabi, meskipun haditsnya shahih.
Akan tetapi jika dipahami dengan pemahaman di atas, maka tidaklah perlu sekiranya kita mengingkari hadits-hadits ini. Mereka yang mengingkari sihir Nabi, sepertinya akan dihadapkan dengan ayat-ayat Al Qur’an yang mengatakan bahwa Nabi Musa AS terkena sihir dari para penyihir Fir’aun. Sebagaimana dalam ayat:
“قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى”
Artinya: “Musa berkata: lemparlah kalian (terlebih dahulu). Kemudian tambang dan tongkat mereka berubah menjadi ular dalam pandangan Musa oleh karena sihir mereka, dan ular itupun berjalan”(QS. Thaha:66).
Hingga akhirnya Nabi Musa AS khawatir dengan sihir mereka, dan Allahpun menguatkannya serta berjanji kepadanya:
“قُلْنَا لا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الأَعْلَى”
Artinya: “Kami katakan (kepada Musa): janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang akan memenangkannya “(QS. Thaha: 68). Al Qur’an telah menyatakan bahwa para penyihir fir’aun mampu mengelabui mata Nabi Musa AS, yaitu sebatas jasad saja, akan tetapi tidak berpengaruh kepada hati dan akalnya.
Laporan: Abdullah Alyusriy
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid