Sayyidah Nafisah Al Ilm tumbuh sebagai perempuan yang alim, hafal alqur’an, ahli puasa, ahli ibadah dan dikenal dengan perempuan yang istimewa. Karena itulah banyak dari kalangan kerabatnya yang ingin melamarnya, akan tetapi ditolak oleh sang ayah, karena belum menemukan seorang yang dianggap pantas untuk meminang putrinya itu.

Diantara yang melamarnya adalah Ishaq Al Mu’taman bin Muhammad Ja’far As Sadhiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali RA, yaitu sodara dari Sayyidah Aisyah yang makamnya berada di Cairo.

Akhirnya Ishaq pun berziarah kepada makam sang kakeknya yaitu Nabi Muhammad SAW, dan mengadukan perkaranya. Hingga akhirnya Nabi pun datang pada mimpi ayah Sayyidah Nafisah dan memerintahkanya untuk menerima lamaran ishaq, hingga akhirnya Ishaq pun menikahinya.

Singkat cerita terjadilah gejolak kekhawatiran dari Ja’far Al Mansur akan sang wali Madinah, karena semakin banyak pengikutnya dan dikhawatirkan memberontak terhadap khilafah, hingga akhirnya Hasan Al Anwar pun di lengserkan dari jabatanya.

Kemudian ia bersama keluarganya pun pindah ke Mesir pada tahun 195 H. Sayyidah Nafisah meminta suaminya untuk menziarahi Nabi Ibrahim AS di kota Al Khalil di Syam dalam perjalanannya ke Mesir.

Dan harapannya pun tercapai, kemudian melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai di kota Al Arisy Mesir, disanalah ia beserta keluarganya disambut meriah oleh penduduk Mesir yang memang terkenal dengan pecinta ahlul bait. Hingga akhirnya ia dan suaminya tinggal di kota Kairo, yaitu yang sekarang menjadi tempat peristirahtanya yang terakhir.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid