Begitu pula makanan yang disuguhkan pun adalah makanannya orang fakir, yaitu daging yang sudah disimpan lama dengan cara dikeringkan dibawah terik matahari. Adapun orang kaya, maka dia selalu makan daging yang baru disembelih.
Begitu pula bentuk dari tawadhu’nya, Nabi lebih memilih untuk memakan labu dan meninggalkan dagingnya untuk sahabat yang ikut bersama Nabi.
Syekh Yusri mengatakan, hal ini bukan karena Nabi tidak suka daging, akan tetapi baginda Nabi itsar (mendahulukan orang lain) untuk sahabat. Ini adalah akhlak yang sangat mulia yang harus kita contoh dari baginda Nabi SAW.
Anas RA yang ketika itu masih kecil adalah khadim (pembantu) Nabi mengira kalau baginda Nabi memang menyukai labu, sehingga Anaspun menyukainya.
Begitulah seorang yang cinta kepada kekasihnya, selalu mencintai apa yang disukai kekasihnya, meski hanya menurut perkiraannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid