Jakarta, Aktual.com – Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada Kamis (13/9) lalu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyatakan dukungannya terhadap putusan MA tersebut.

Menurutnya, sejak awal KPU memang sudah keliru dalam membuat PKPU 20/2018.

“Putusan MA dari sisi hukum an sich, tidak keliru karena memang PKPU-nya menabrak UU Pemilu,” kata Arsul ketika dihubungi wartawan, Jumat (14/9) malam.

Dengan demikian, lanjutnya, keputusan MA untuk membatalkan larangan eks narapidana korupsi nyaleg sudah sangat tepat lantaran PKPU 20/2018 bertentangan dengan aturan di atasnya, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

“Meski dari sisi semangat pemberantasan korupsi tentu putusan ini akan dipertanyakan dan dikritisi oleh para penggiat anti korupsi,” ujarnya.

Revisi PKPU

Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi putusan MA yang membolehkan eks napi korupsi untuk maju sebagai Caleg dalam Pemilu tahun depan.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah (Dok DPR)

Putusan itu, menurut Fahri, telah mengembalikan pengertian dan kesadaran tentang sesuatu yang benar bahwa KPU tidak boleh membuat norma.

“Karena itu bukan merupakan tugas KPU. Pembuatan norma hanya dilakukan oleh DPR bersama Presiden dalam pembuatan UU,” jelas Fahri.

Dia menilai KPU sebagai pelaksana teknis UU hanya membuat aturan yang sesuai dengan UU dan tidak boleh membuat aturan tambahan yang membuat norma dan lain-lainnya.

Karena itu, Fahri meminta KPU segera merevisi PKPU yang melarang mantan napi korupsi menjadi caleg agar sesuai dengan UU dan Putusan MA serta putusan MK.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan uji materi Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten-kota.

“Uji materi tersebut sudah diputus dan dikabulkan oleh MA,” ujar Juru Bicara MA Suhadi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (14/9).

Uji materi terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019 sudah diputus oleh MA pada Kamis (13/9).

“Jadi, pasal yang diujikan itu sekarang sudah tidak berlaku lagi,” kata Suhadi.

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ketentuan yang digugat oleh para pemohon bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UU 7/2017 (UU Pemilu).

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa mantan terpidana kasus korupsi diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota asalkan memenuhi beberapa persyaratan.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan