Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wardjio berbicara saat jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (27/9). RDG BI memutuskan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Bank Indonesia untuk keempat-kalinya secara beruntun memangkas suku bunga acuan “7 Days Reverse Repo Rate” sebesar 25 basis poin menjadi lima persen pada Oktober 2019 yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik, dan menahan dampak dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global pada 2019.

Bank Sentral juga menurunkan suku bunga penyimpanan dana perbankan di BI (deposit facility) dan bunga penyediaan dana BI ke perbankan (lending facility) masing-masing sebesar 0,25 persen menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 23-24 Oktober 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRRR sebesar 25 basis poin menjadi lima persen,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (24/10).

Keputusan BI untuk melonggarkan suku bunga acuan ini merupakan keempat-kalinya secara beruntun sejak Juli 2019, dengan dosis yang terakumulasi sebesar 100 basis poin atau satu persen dari Juli hingga Oktober 2019.

Menurut Perry, penurunan suku bunga acuan pada Oktober 2019 ini sejalan dengan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi di dalam negeri yang menarik. Selain itu, kebijakan ini juga merupakan langkah antisipatif (pre-emptive) lanjutan yang dikeluarkan BI untuk mendorong ekonomi domestik di tengah ekonomi global yang melambat.

“Kebijakan ini didukung strategi operasi moneter yang terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif,” kata dia.

Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah dipengaruhi oleh berlanjutnya penurunan volume perdagangan akibat ketegangan hubungan dagang AS-China serta berkurangnya kegiatan produksi di banyak negara.

Perekonomian AS tumbuh melambat akibat menurunnya keyakinan pelaku ekonomi dipicu melambatnya ekspor, yang kemudian berkontribusi pada berkurangnya investasi nonresidensial dan konsumsi rumah tangga.

Perkembangan yang sama juga terjadi di perekonomian Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India. Perekonomian dunia yang belum kondusif, menurut dia, mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik.

Di domestik, pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV diperkirakan lebih lambat dibanding semester I 2019. Pasalnya di dua kuartal terakhir, tidak ada stimulus signifikan bagi konsumsi domestik seperti efek dari Pemilu Presiden dan Legislatif pada semester I 2019.

“Masalahnya di kuartal III dan IV, tidak ada lagi pengeluaran dengan pemilu. Di kuartal I dan II, pengeluaran tinggi dan menopang pertumbuhan di atas lima persen, dengan tidak adanya konsumsi dari Pemilu, maka Konsumsi Rumah Tangga berasal dari pendapatan, golongan menengah,” ujar dia.

Bank Sentral memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada di bagian bawah rentang target pertumbuhan ekonomi 5,0-5,4 persen.

Di sisi lain, BI memandang tekanan pasar keuangan global mereda karena kesepakatan penyelesaian konflik dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin