Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir diagendakan menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (25/1). Kesaksian Sofyan akan dikorek sehubungan dengan kasus dugaan suap usulan penganggaran proyek pembangunan pembangkit listrik Kabupaten Deiyai, Papua.

“Yang bersangkutan akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka DYL (Anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo),” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi.

Anak buah Menteri Rini Soemarno itu diyakini memiliki informasi ihwal proyek ‘mainan’ Dewie, termasuk mengenai pengajuan anggarannya. Namun, belum diketahui pasti apa materi pertanyaan yang akan dilayangkan penyidik lembaga antirasuah tersebut.

“Yang pasti, dia diperiksa karena keterangannya dibutuhkan penyidik,” ujar Yuyuk.

Kasus suap ini diketahui terkuak dalam operasi tangkap tangan KPK pada 20 Oktober 2015 lalu. Dewie yang juga merupakan adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo diringkus tim Satgas KPK bersama staf ahlinya Bambang Wahyu Hadi, di Bandara Soekarno Hatta.

Dihari yang sama, Agus Rahardjo Cs juga mencokok Sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bansaso, Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Irenius Adii dan Direktur PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf.

Saat penangkapan, KPK juga menyita uang dalam bentuk Dollar Singapura sebesar 177.700, yang dimasukkan ke dalam bungkus makanan ringan. Uang itu diduga berasal dari kocek Setiady dan akan diberikan untuk Dewie.

KPK kemudian menetapkan Irenius dan Setiadi sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, Dewie, Rinelda Bandaso, dan Bambang Wahyu Hadi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu