Semarang, Aktual.com – Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) mencatat sepanjang 2015 korban kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah mencapai 1.227 orang. Dari jumlah itu, 21 di antaranya meninggal dunia menjadi korban kekerasan seksual.
Kepala Operasionaal LRC-KJHAM Jateng, Eko Rusanto menyebutkan temuan data tersebut berasal dari pendampingan, penanganan kasus dan informasi rujukan dari lembaga pendamping di daerah setempat. Juga dari monitoring sumber lain kasus serupa yang dimuat media
“Itu data kami yang ditemukan selama 2015. Kita temukan dari hasil monitoring kasus yang dimuat di media yang kemudian dikonfirmasikan ke pihak wartawan,” ujar dia, di Semarang, Selasa (8/12).
Korban terbanyak terjadi di kasus prostitusi, dengan jumlah 479 orang dari 48 kasus. Menyusul kekerasan dalam pacaran (KDP) sebanyak 274 orang dari 94 kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan 201 korban dengan 201 kasus.
Kemudian perkosaan sebanyak 102 korban dengan 68 kasus, buruh migrant 110 orang dari 25 kasus, perbudakan seksual 21 orang/kasus, pelecehan seksual 19 orang dari 13 aksus dan trafiking sebanyak 21 orang dari tujuh kasus yang ditemukan.
Dari segi wilayah, ujar Eko, Kota Semarang menyumbang kasus terbanyak sebanyak 177 kasus. Disusul Wonosobo 60 kasus, Kota Surakarta 37 kasus, Kendal 26 kasus dan Kabupaten Semarang 15 kasus.
“Dari jumlah itu 723 orang yang jadi korban adalah anak-anak. Kemudian usia dewasa 359 orang,” tambah Eko.
Kepala Divisi Monitoring, Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM, Witi Muntari menambahkan, rata-rata pelaku kekerasan adalah orang dewasa, serta dilakukan secara individu. Kekerasan juga lebih banyak menyasar pada aspek seksual.
“Data yang kami temukan itu, bentuk kekerasan terbanyak karena seksual sebanyak 830 orang. Kejadian kekerasan bersifat privat, dan dilakukan secara individu sebanyak 585 orang,” timpal Witi.
Dia menyayangkan banyaknya kasus kekerasan seksual, terutama yang dialami korban dewasa yang tidak bisa diproses secara hukum. Selain itu, pelayanan PPT yang ada di Kabupaten dan Kota tidak berfungsi maksimal.
“Kami juga sering temukan masalah ketika korban kekerasan seksual selalu dinikahkan dengan pelaku, itu jadi hambatan dalam penanganan,” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh: