Jakarta, Aktual.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang disalurkan perbankan per Juli 2015 sebesar 3,7 persen secara “year to date” (ytd).
“Penyaluran kredit UMKM tumbuh di bawah total kredit. Ada perlambatan penyaluran kredit UMKM karena total kredit bank di periode itu sebesar 4,34 persen,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 3 OJK Irwan Lubis di Jakarta, Kamis (17/9).
Ia memaparkan bahwa penyaluran kredit UMKM masih didominasi oleh lima sektor usaha dari 18 sektor yang tercatat, diantaranya sektor perdagangan besar dan eceran memiliki “outstanding” sekitar Rp385 triliun, pengolahan Rp78 triliun, pertanian, perkebunan dan kehutanan Rp61,5 triliun, konstruksi Rp46 triliun, dan jasa kemasyarakatan sosial budaya Rp45 triliun.
“Kredit UMKM paling banyak tersebar penyalurannya ke lima sektor itu. Saat ini sebagian besar bank di Indonesia telah memenuhi ketentuan porsi kredit UMKM,” ucapnya.
Ketentuan porsi kredit UMKM tertuang dalam PBI Nomor 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMKM.
Dalam ketentuan itu disebutkan bank wajib memenuhi porsi kredit UMKM sebesar 20 persen terhadap total kredit pada akhir tahun 2018. Aturan ini dapat dipenuhi secara bertahap, yakni minimal 5 persen pada akhir tahun 2015.
Di tengah melambatnya perekonomian nasional, Irwan Lubis juga mengemukakan bahwa rasio kredit bermasalah atau “non performing loan” (NPL) UMKM per Juli 2015 naik menjadi 4,9 persen dibandingkan akhir tahun 2014 lalu yang sebesar 3,99 persen.
Ia mencatat terdapat dua sektor mengalami kenaikan NPL tertinggi yakni sektor kelistrikan, gas, dan air mencapai 12,9 persen, dan sektor konstruksi sebesar 9,17 persen.
“Namun, kenaikan NPL itu masih dalam kondisi yang aman, karena masih lebih rendah dari batas maksimal yang sebesar lima persen. Kalau NPL di atas lima persen maka status pengawasannya berubah,” ujar Irwan Lubis.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan