Pria melintas dengan latar pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (27/7). Menurut sejumlah analis di berbagai sekuritas, pengangkatan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan direspon positif oleh pasar, sehingga penutupan perdagangan pada Rabu (27/7) sore naik 49,9 Polin (0,96 persen) ke level 5.274,4. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Sepanjang 2016 lalu, volatilitas sektor keuangan baik di pasar keuangan atau pasar modal cukup tinggi. Kebanyakan hal itu dipengaruhi oleh sentimen global, sentimen positif jarang membantu pergerakan pasar keuangan.

Tahun ini, menurut Senior Analis PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada masih banyak tantangan. Salah satunya terkait laju inflasi yang bakal melonjak.

“Kebijakan pemerintah untuk menaikan TDL (tarif dasar listrik) untuk beberapa kapasitas, mencabut kembali subsidi energi, hingga rencana kenaikan pajak kendaraan dan lainnya harus diantispasi secara serius dampaknya oleh pemerintah,” tutur dia di Jakarta, Rabu (4/1).

Hal yang paling berdampak serius adalah terkait lonjakan inflasi. Tahun 2016 lalu, seperti disebutkan Badan Pusat Statistik (BPS) hanya mencapai 3,02 persen. Tapi di tahun ayam api ini, berpotensi kembali melonjak seperti tahun-tahun lalu.

“Di sinilah peran pemerintah harus bisa ciptakan sentimen positif bagi pasar. Pemerintah harus mencegah efek psikologis pada melonjaknya inflasi (dampak dari kebijakan itu),” jelas dia.

Apalagi memang saat ini, kata Reza, program pengampunan pajak (tax amnesty) tak sepositif dulu direspin pasar. Sehingga, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi menyeluruh kebijakan lainnya untuk menjaga sentimen pasar.

Ditambah lagi, kata dia, adanya rencana kenaikan The Fed fund rate tahun ini diharapkan tidak seekstrim berimbas di pasar global, termasuk terhadap fluktuasi USD bagi mata uang lain, termasuk rupiah.

“Dan fluktuasi nilai tukar USD itu harus bisa diredam dengan perbaikan sentimen dari dalam negeri,” papar dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan