Jakarta, Aktual.com – Pengamat Ekonomi Politik Salamuddin Daeng menyebutkan, para perusahaan pengembang di Indonesia kian terseret dalam utang yang besar dan merupakan bagian dari utang perusahaan properti global yang menumpuk.

Utang perusahaan properti global disebut-sebut mencapai US$ 25 triliun. Dan para pengembang dalam negeri terkena imbasnya karena hampir semua perusahaan properti justru dimiliki sahamnya oleh asing.

Dan untuk menghindari kebangkrutan itu para pengembang ngotot untuk mengembangkan proyek reklamasi teluk Jakarta sekalipun dianggap melanggar aturan. Apalagi Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberi karpet merah kepada para pengembang.

“Langkah besar untuk menyelamatkan perusahaan properti adalah dengan melanggengkan proses reklamasi yang terjadi di Jakarta yang didukung Ahok,” tutur dia, di Jakarta, Rabu (4/1/2017).

Untuk membantu pengembang, kata dia, yang dilakukan Ahok dengan memberi berbagai stimulus dan kemudahan bagi para pengembang. “Terutama terkait keistimewaannya dalam penguasaan tanah,” ucap dia.

Ditambah lagi adanya kebijakan Presiden Jokowi yang mengizinkan orang asing membeli properti minimal 200 meter persegi. Kebijakan itu sangat membahagiakan pemilik modal properti Indonesia yang dimiliki asing itu.

“Jadi Ahok ingin membangun kejayaan di atas puing-puing kejatuhan properti dunia untuk dapat buih-buih dari taipan bagi oligarki kekuasaannya dengan memberikan proyek reklamasi. Sehingga wajar jika Ahok itu sebagai kepanjangan tangan pengembang,” papar dia.

Sejauh ini, perusahaan properti yang besar sudah dimiliki asing. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) 57,2% asing, PT Lippo Karawaci Tbk (LKPR) 69,1%, PT Pakuwon Jati (PWON) 57,3%, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) 68,5%, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) 62,6%, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) 57,2%, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) 29,5 %.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs