Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah membatalkan Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menjelaskan, putusan PTUN Jakarta telah menerangkan kalau Kepgub yang diterbitkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok batal demi hukum.

“Kan sudah ada putusan PTUN, terjadi pelanggaran administrasi oleh negara. Artinya memang harus dihormati,” ujar Irman, saat dihubungi Aktual.com, Rabu (1/6).

Maka dari itu, apapun alasannya Pemerintah Provinsi DKI harus segera memerintahkan anak perusahaan PT Agung Podomoro Land untuk menghentikan proses reklamasi Pulau G.

Mau nantinya putusan PTUN Jakarta digugat kembali dengan Kasasi ke Mahkamah Agung, tidak jadi masalah. Pemprov DKI harus menjalankan sesuai dengan putusan PTUN.

“Tapi Kepgub ini bertentangan dengan UU. Bahwa itu putusan dan alasannya, ya harus dipegang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan terkait proyek reklamasi yang dikerjakan PT Muara Wisesa Samudra, untuk Pulau G.

Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan, izin pelaksanaan reklamasi yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk PT Muara tidak sah.

“Menyatakan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tidak sah dan memerintahkan tergugat (Pemprov DKI) mencabut SK Gubernur Nomor 2.238 tahun 2014,” tutur Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo di gedung PTUN Jakarta, Selasa (31/5).

Dalam pertimbanganannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa izin pelaksanaan yang dikeluarkan Pemprov DKI tidak mematuhi syarat formal, sesuai perundang-undangan. Penerbitan izin tersebut telah menabrak Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan perubahannya UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Bahkan, Majelis Hakim juga memutuskan kalau proyek reklamasi memincu timbulnya gejolak sosial dan ekonomi. Sehingga dinyatakan tidak sesuai dengan prinsip pembangunan untuk kepentingan umum.

“Dimana reklamasi menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan hidup yang juga berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi sehingga gugatan para pemohon layak untuk dikabulkan,” pungkas Hakim Adhi.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby