Terlihat para Pegawai Negeri Sipil (PNS) pulang cepat dan keluar dari gedung Balaikota, Jakarta, Senin (6/6/2016). Pemprov DKI Jakarta mengubah jam kerja bagi PNS di lingkungan Pemprov DKI selama bulan suci Ramadhan dengan memajukan jam pulang kerja lebih awal yakni pukul 14.00 WIB.

Jakarta, Aktual.com – Rencana rasionalisasi jumlah pegawai negeri sipil (PNS) sempat didengungkan oleh pemerintah. Tapi bukan lewat cara pemangkasan pegawai, melainkan lewat kebijakan dengan prinsip pertumbuhan nol (zero growth) hingga negatif dalam penerimaan PNS hingga 2019.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah menegaskan, tidak ada keputusan soal pemecatan PNS. Hal yang ingin dilakukan pemerintah, kata Wapres Kalla, adalah rasionalisasi untuk efisiensi.

“PNS tidak mengenal PHK, sehingga karier PNS akan berakhir melalui pensiun secara alamiah,” kata Wapres Kalla dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (10/10).

Saat ini jumlah aparatur sipil negara (ASN) atau PNS mencapai 4,52 juta orang. Hingga 2019, diperkirakan sebanyak 520 ribu PNS akan memasuki masa pensiun. Walaupun nanti PNS berkurang 500 ribu, tapi belum mencapai 1,5 persen, rasio ideal jumlah pegawai dengan jumlah penduduk.

Masalahnya, dari jumlah itu pun masih banyak pegawai negeri bekerja dengan prinsip business as usual. Bahkan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur prihatin dengan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), bahwa 60 persen aparatur sipil negara (ASN) ternyata hanya memiliki kemampuan administratif.

Asman menyatakan akan memperbaiki proses rekrutmen. “Saya cukup kaget dengan data yang diungkapkan BKN. Salah satu solusinya ialah memprioritaskan rekrutmen pegawai dari lulusan terbaik perguruan tinggi,” kata MenPAN-RB.

Sikap Korpri pun sejalan dengan Menteri Asman Abnur. Di tengah perubahan zaman yang sangat cepat kini, diperlukan pegawai negeri yang cerdas. Dalam istilah Sekretaris Jenderal Korpri Bima Haria Wibisana, pegawai negeri harus smart.

Untuk memperoleh sumber daya manusia seperti itu, sudah tentu sangat tergantung inputnya. Masukan sumber daya manusia itu, menurut Bima, harus dilakukan dengan sistem rekrutmen yang juga sangat baik. “Only the best can enter,” demikian Bima menggambarkan.

Masalah lain yang membelenggu PNS adalah kinerja yang out performance, saat ini belum hilang. Menurut Pengamat Kependudukan dari Universitas Gajah Mada, Sukamdi, jumlah PNS dalam suatu instansi itu banyak, tapi produktivitas kerja mereka sangat rendah. Pekerjaan yang bisa dikerjakan dua orang, misalnya, dikerjakan puluhan orang. Akibatnya anggaran rutin menjadi membengkak, namun produktivitas kerja rendah.

Akan tetapi, tidak usah khawatir. Sebab, Deputi Pembinaan Manajemen Kepegawaian, BKN, Yulina Setiawati, menjamin hal itu akan segera hilang.

Menurut Yulina, saat ini BKN sudah menciptakan sejumlah perangkat yang akan mengeliminir praktik itu. Saat ini, setidaknya sudah banyak peraturan dan perangkat yang menjadi koridor pegawai negeri dalam bekerja.

Misalnya, sudah diundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. PP ini berlaku sejak 1 Januari 2014. Peraturan itu mensyaratkan setiap pegawai negeri untuk menetapkan sasaran kerja yang berisi tugas jabatan dan target untuk kurun satu tahun. Di akhir tahun, kinerja itu akan dinilai atasannya.

Ketua Departemen Organisasi dan Kelembagaan pada Dewan Pengurus Korpri Nasional itu menyatakan, pegawai negeri nanti tidak bakal kekurangan pekerjaan. Sebab, dia sudah menetapkan pekerjaannya selama satu tahun, dan akan dinilai berdasarkan target yang dia tetapkan pula.

“Jadi, kalau masih ada pegawai negeri yang berkinerja buruk, itu sisa-sisa budaya masa lalu,” ujar Yulina sembari memastikan yang demikian itu patut diberi sanksi.

Sanksi itu melalui peraturan tentang kinerja. Sekarang sudah dilaksanakan pula PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Yulina menyatakan, sanksi itu tidak hanya diterapkan saat seorang pegawai negeri melakukan pelanggaran hukum. Mereka yang prestasi kerjanya hanya 50 persen akan mendapat sanksi disiplin sedang. Hal itu terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala, penurunan gaji dan penundaan kenaikan pangkat. Semuanya akan diterapkan dalam kurun setahun.

Sedangkan, mereka yang prestasi kerjanya hanya 25 persen atau kurang, maka akan dijatuhi sanksi disiplin berat. Sanksi itu berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah paling lama setahun dan pembebasan dari jabatan. Selain itu, bisa juga berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat.

Selain peraturan, pemerintah melalui BKN juga sudah membuat aplikasi e-kinerja. Hal itu merupakan laman internet yang berfungsi sebagai media sosial di kalangan pegawai negeri yang juga berfungsi menginput, mengedit, menyimpan, dan mencetak laporan pencaian kinerja harian. Selain itu, mencetak form sasaran kinerja pegawai negeri dan memantau kinerja bawahan.

Ditambah lagi Presiden Joko Widodo dan Korpri gencar mengupayakan perubahan budaya kerja pegawai negeri. Dari sebelumnya lambat bekerja dan pekerjaannya tidak terukur menjadi bekerja cepat dan terukur dengan penerapan semua hal itu.

Yulina juga meyakini pegawai negeri yang berkinerja rendah secara otomatis akan tersingkir dengan penerapan semua koridor kinerja tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka