Jember, Aktual.com – Pemerintah harus transparan dalam menyampaikan kasus dan penanganan COVID-19 yang menjadi wabah darurat bencana nasional sesuai Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Persoalan data dapat menyebabkan kesimpangsiuran di masyarakat yang menjadi kendala dalam penanganan dan menghambat kebijakan pemerintah pusat hingga daerah, seperti yang terjadi di Kabupaten Jember.

Di Kota Pandhalungan itu, pasien pertama yang terkonfirmasi positif COVID-19 ditemukan pada 27 Maret 2020, namun sayangnya hal itu tidak disampaikan secara terbuka oleh Bupati Jember Faida atau Gugus Tugas Penanganan COVID-19.

Data itu baru disampaikan kepada publik, setelah didesak pertanyaan sejumlah wartawan yang mencegatnya saat kegiatan peresmian kawasan tertib physical distancing di Jalan Sultan Agung Kabupaten Jember, pada Sabtu (28/3) petang, sekaligus Bupati mengumumkan status kejadian luar biasa (KLB) di kabupaten itu setelah satu pasien terkonfirmasi positif.

Padahal informasi akurat terkait perkembangan COVID-19 sangat ditunggu oleh masyarakat karena penyakit akibat virus corona jenis baru itu merupakan virus baru yang penyebarannya juga sangat cepat, sehingga masyarakat perlu melakukan antisipasi sejak dini dengan mengetahui perkembangan kasus COVID-19 di wilayah setempat.

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah pasien terkonfirmasi positif terus bertambah, namun lagi-lagi Tim Gugus Tugas COVID-19 Jember tidak menyampaikan penambahan jumlah kasus terkonfirmasi positif, pelacakan, dan penyebab pasien tertular virus corona melalui rilis atau konferensi video.

Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jember melalui Surat Keputusan Bupati Jember No: 188.45/180/1.12/2020 juga sudah dibuat pada 31 Maret 2020 dan merupakan revisi dari SK sebelumnya yang mencantumkan susunan keanggotaan dan uraian tugas Gugus Tugas Jember.

Dalam SK tersebut Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo), Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah, unsur Dinas Kesehatan Jember ditunjuk sebagai seksi hubungan masyarakat yang memiliki tanggung jawab dalam memberikan komunikasi publik, agenda setting, strategi komunikasi, media monitoring, dan juru bicara.

Kenyataannya SK tersebut tidak berfungsi optimal sejak diterbitkan dan Kepala Diskominfo Jember Gatot Triyono yang ditunjuk sebagai juru bicara Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19 baru mengumumkan jejak perjalanan tiga pasien pertama COVID-19 di Jember pada 13 April 2020.

Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19 hanya beberapa kali mengadakan konferensi pers terkait dengan kegiatan penanganan COVID-19 yang di dalamnya juga disampaikan data terbaru kasus corona, namun tidak pernah menggelar konferensi pers secara khusus terkait penambahan pasien terkonfirmasi positif atau memaparkan bagaimana pasien positif tersebut tertular COVID-19.

Pada 24 Juli 2020 tercatat ada tambahan kasus baru terkonfirmasi positif COVID-19 yang jumlahnya fantastis, yakni mencapai 48 orang dalam sehari dan jumlah tersebut merupakan tambahan pasien positif terbanyak sejak kasus corona ditemukan di Kabupaten Jember.

Jubir gugus tugas menyampaikan data penambahan kasus COVID-19 tersebut hanya berupa angka grafis dan asal desa/kecamatan pasien positif melalui WAG jurnalis Pemkab Jember pada Sabtu (25/7) dini hari tanpa disertai penjelasan yang lengkap tentang alasan banyaknya pasien positif dan riwayat perjalanan pasien yang terinfeksi virus corona.

Hal tersebut berbeda dengan gugus tugas pusat dan Gugus Tugas Jawa Timur yang selalu menyampaikan perkembangan kasus COVID-19 setiap hari kepada media secara detail dan beberapa gugus tugas di kabupaten/kota lain juga menggelar konferensi pers ketika ada menonjolnya kasus terkonfirmasi positif.

Menanggapi hal itu, Bupati Jember Faida mengatakan transparansi dan keterbukaan informasi terkait penanganan COVID-19 sudah disampaikan melalui laman (website) resmi Pemkab Jember (http://www.jemberkab.go.id, https://www.facebook.com/jemberkab/, https://twitter.com/PemdaKabJember, https://www.instagram.com/pemkabjember/, dan https://www.youtube.com/user/Jemberkab.

“Kami juga menyajikan data kasus dan penanganan COVID-19 dengan menampilkan data penanganan virus corona di posko gugus tugas yang berada di Pendapa Wahyawibawagraha Jember Lantai 2 dan siapapun bisa mengakses data itu,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, Pemkab Jember juga memublikasikan informasi COVID-19 melalui dasboard data COVID-19 yang dapat di akses di https://sites.google.com/jemberkab.go.id/dashboardcovidjember, namun kenyataannya link laman tersebut tidak disosialisasikan kepada seluruh jurnalis dan masyarakat, sehingga publik banyak yang tidak mengetahuinya.

Ia mengatakan Pemkab Jember tidak akan membuat laman khusus COVID-19 karena informasi perkembangan virus corona telah tersedia di website resmi Pemkab Jember beserta penggunaan anggarannya yang dapat diakses oleh masyarakat.

Anggaran penanganan COVID-19 di Jember juga cukup fantastis mencapai Rp479 miliar dan merupakan anggaran terbesar kedua setelah Makassar secara nasional di tingkat kabupaten/kota, meskipun Jember belum memiliki Perda APBD 2020 dan hanya memiliki Peraturan Bupati (Perbup) Penggunaan APBD Jember yang anggarannya terbatas untuk hal rutin dan mendesak.

Bupati Jember Faida menjelaskan sumber dana anggaran penanganan COVID-19 berasal dari APBD Jember 2020 sebesar Rp401 miliar dan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp78,4 miliar, sehingga totalnya Rp479 miliar lebih.

Anggaran yang bersumber dari APBD Jember sebesar Rp401 miliar berasal dari Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp1 miliar dan hasil pengalihan (refocusing) belanja organisasi perangkat daerah (OPD) sebesar Rp400 miliar.

Sementara anggaran yang bersumber dari DAK sebesar Rp78,4 miliar berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCTHT) sebesar Rp45,5 miliar dan alat kesehatan rumah sakit sebesar Rp32,9 miliar.

Dana sebesar Rp479 miliar itu digunakan untuk penanganan kesehatan sebesar Rp310 miliar, penanganan dampak ekonomi sebesar Rp81,9 miliar, dan penyediaan jaringan pengaman masyarakat sebesar Rp87,4 miliar.

Sementara Juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Jember yang juga Kepala Diskominfo Jember Gatot Triyono mengatakan seluruh informasi perkembangan COVID-19 sudah disampaikan di laman resmi dan media sosial Pemkab Jember, dan kerja sama dengan beberapa media lokal di Jember.

“Setiap hari kami merilis perkembangan kegiatan gugus tugas, baik penanganan kasus COVID-19 dan bantuan yang diberikan kepada masyarakat,” katanya.

Diskominfo juga membuat dashboard COVID-19 Jember yang bisa diakses oleh masyarakat, sehingga ia menilai gugus tugas sudah menjalankan keterbukaan infromasi publik.

Ia mengatakan penyampaian informasi terkait COVID-19 hanya melalui satu pintu dari Ketua Gugus Tugas (Bupati Jember) atau Jubir Gugus Tugas (Kepala Diskominfo), sehingga informasi tersebut menjadi terarah.

Pihak jubir, lanjut dia, berusaha menjawab pertanyaan sejumlah jurnalis terkait perkembangan COVID-19, namun tentu pihaknya harus menghimpun data dulu, sehingga tidak bisa memberikan jawaban secara cepat untuk hal-hal teknis.

Faktanya semua pertanyaan diarahkan kepada jubir, namun jubir yang ditunjuk tidak selalu siap dengan jawaban karena diduga tidak ada koordinasi yang baik dengan OPD yang lain, sehingga tidak ada bahan materi untuk menjawab pertanyaan sejumlah jurnalis.

Gatot juga mengakui tidak semua jurnalis dan masyarakat mengetahui link dasboard data COVID-19 yang bisa di akses publik yakni di https://sites.google.com/jemberkab.go.id/dashboardcovidjember untuk memantau perkembangan virus Corona dan link tersebut juga tidak diumumkan di website resmi dan media sosial Pemkab Jember.

“Kalau ada anggapan bahwa gugus tugas berusaha menutup informasi, hal itu tidak benar karena kami memiliki dashboard COVID-19 yang menyajikan semua data tentang penanganan corona yang bisa diakses oleh masyarakat, namun kami perlu waktu,” ujarnya.

Informasi yang disajikan dalam data dashboard COVID-19 Jember meliputi data enam kategori, yakni data COVID-19 menyajikan data perkembangan data COVID-19 beserta sebarannya, radar bansos (data terpadu kesejahteraan sosial terkait bantuan sosial), protokol kesehatan (kegiatan gugus tugas dalam penerapan protokol kesehatan).

Kemudian pesantren tangguh (data kegiatan gugus tugas di pesantren), website jemberkab.go.id menyajikan berita Pemkab Jember, pasar tangguh (data kegiatan penanganan COVID-19 di pasar), data bansos (data jaring pengaman sosial), dan new normal (video tentang penerapan protokol kesehatan di fasilitas umum, perhotelan dan rumah makan).

Data dashoboard COVID-19 Jember tidak selengkap laman gugus tugas pusat maupun Jawa Timur (infocovid19.jatimprov.go.id), namun pihak Diskomnfo Jember berjanji untuk melengkapi data tersebut.

Tidak ada data rinci anggaran yang dikeluarkan dalam jaring pengaman sosial dan bantuan sosial dalam dashboard COVID-19, kemudian tidak ada data realisasi anggaran COVID-19 dan daftar rinci bantuan dari berbagai pihak yang disalurkan kepada gugus tugas.

Saat ditanya berapa anggaran yang dialokasikan untuk diskominfo terkait dengan komunikasi/sosialisasi dalam penanganan COVID-19 di diskominfo, Gatot enggan menjawabnya dengan alasan masih sibuk.

Berdasarkan data gugus tugas, jumlah pasien terkonfirmasi positif di Jember terus meningkat tajam setiap bulannya, yakni mulai Maret 2020 sebanyak satu kasus, April menjadi 11 kasus, Mei (41 kasus), Juni (113 kasus), akhir Juli 2020 menjadi 368 kasus.

Berdasarkan data gugus tugas per 31 Juli 2020, perkembangan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 368 orang dengan rincian pasien sembuh sebanyak 178 orang (48,37 persen), pasien dirawat 176 orang (47,83 persen), dan meninggal 14 orang.

Untuk kasus suspek di Jember sebanyak 105 orang dan total kontak erat sebanyak 2.847 orang , serta pasien yang masih dipantau sebanyak 950 orang (33,37 persen).

Minimnya transparansi

Dalam menyusun anggaran COVID-19, Pemkab Jember tidak melibatkan atau melakukan koordinasi dengan DPRD Jember, bahkan tembusan alokasi anggaran Rp479 miliar juga tidak disampaikan kepada lembaga legislatif itu.

Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim mengatakan mulai dari perencanaan anggaran, distribusi, dan eksekusi anggaran tidak melibatkan DPRD sama sekali, sehingga pihaknya kesulitan untuk mengontrol penggunaan anggaran COVID-19 yang cukup besar tersebut.

“Nilai angka Rp479 miliar diputuskan sendiri oleh bupati secara sepihak. Kami tidak tahu dokumen anggaran penanganan kasus corona, apalagi untuk hal-hal teknis kami semakin tidak tahu,” katanya.

Politikus Partai Gerindra Jember itu mengatakan dewan sempat memanggil beberapa kali tim gugus tugas untuk rapat dengar pendapat menanyakan berbagai hal terkait perkembangan COVID-19, namun tim tersebut tidak pernah hadir saat diundang dewan, sehingga pihaknya tidak tahu sejauh mana penggunaan anggaran dan perkembangan penanganan virus corona.

“Di Jember, realitanya kami tidak dilibatkan, tidak seperti di daerah-daerah lain. Anggaran yang tahu pihak eksekutif, sehingga kami kesulitan untuk mengontrol realisasi anggaran, bahkan seolah-olah informasi anggaran itu ditutupi,” ujarnya.

Ia menilai ada unsur kesengajaan dari pihak eksekutif untuk menutup-nutupi anggaran tersebut, sehingga transparansi anggaran penanganan COVID-19 di Jember sangat buruk, apalagi banyaknya bantuan yang tumpang tindih dari alokasi anggaran pusat, Pemprov Jatim, APBD Jember, dan Dana Desa.

Sejauh ini, lanjut dia, keterbukaan informasi dan transparansi anggaran COVID-19 tidak terbuka kepada dewan, apalagi kepada masyarakat, sehingga dewan memantau perkembangannya melalui media sosial dan pemberitaan media saja.

Sementara pengamat kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman, MPA mengatakan dalam penanganan COVID-19 jika mengacu pada Surat Edaran Komisi Informasi Publik (KIP) No. 2 Tahun 2020 yang diterbitkan pada April 2020 menyebutkan ada tujuh kategori informasi yang perlu diumumkan secara terbuka pada masyarakat.

1. Informasi berkenaan dengan jenis penyakit, persebaran, daerah yang menjadi sumber penyakit (episentrum/klaster), dan bentuk upaya pencegahannya.
2. Informasi penyebaran COVID-19 dengan tetap melindungi data pribadi ODP, PDP, pasien terkonfirmasi positif, dan orang-orang yang telah dinyatakan sembuh oleh pihak yang berwenang.
3. Informasi penyebaran COVID-19 sebagai sarana peringatan dini bagi masyarakat yang meliputi area persebaran hingga ke tingkat dusun, desa atau kelurahan dengan tetap melindungi data pribadi; dan upaya mitigasi risiko penyebaran yang dilakukan pemerintah setempat.
4. Informasi layanan kesehatan meliputi rumah sakit rujukan/fasilitas kesehatan, kapasitas rumah sakit yang dapat merawat pasien COVID-19; rencana belanja, distribusi dan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) pada unit layanan kesehatan; akses layanan rapid test; nomor hotline layanan kesehatan; mekanisme/protokol bagi masyarakat yang memiliki keluhan kesehatan; dan mekanisme pengaduan atas layanan penanganan Covid-19.
5. Informasi penanganan jenazah dan lokasi pemakaman khusus bagi pasien COVID-19.
6. Informasi mengenai akses, biaya dan jaminan kesehatan bagi masyarakat terkait pemeriksaan dan perawatan COVID-19.
7. informasi rencana kebijakan dalam penanganan COVID-19 dan perubahannya.

“Dari ketujuh parameter informasi itu, saya menilai di Jember masih dalam sebatas informasi secara kuantitatif angka dan sebarannya hingga desa dan kecamatan, namun tidak menjangkau sampai dusun,” katanya.

Sementara informasi berkenaan dengan layanan kesehatan, belanja kesehatan dan distribusi layanan kesehatan, termasuk ketersediaan layanan dan mekanisme pengaduan tidak begitu dijalankan dengan maksimal, apalagi informasi kemampuan akses masyarakat dalam layanan kesehatan.

Menurutnya peran media lebih banyak dimanfaatkan sebagai kapitalisasi informasi program pemerintah dan bupati saja daripada sebagai bentuk transparansi atas data yang akurat tentang informasi yang dibutuhkan masyarakat.

Ia mengatakan perlu dan wajib adanya keterbukaan informasi tentang COVID-19, apabila mengacu pada Pasal 4 dan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2008 yang telah mewajibkan badan publik untuk menyediakan dan memberikan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

Hal itu, kata dia, termasuk informasi kebijakan, program dan anggaran dimana ketiga informasi ini menjadi parameter yang harus dibuka kepada publik menurut undang-undang, namun pihaknya cukup prihatin dengan kondisi di Jember.

Jika informasi kebijakan program serta arah penanganan tidak jelas, lanjutnya, maka akan berdampak pada efektifitas penanganan COVID-19 di Jember karena terkait dengan pandemi penyakit, sehingga penanganan yang tidak efektif akan berdampak pada hilangnya nyawa manusia.

Menurutnya efektivitas itu tidak bisa dikawal atau diawasi karena tidak terbukanya informasi dan tentunya ada faktor kesengajaan karena pandemi tersebut momennya bersamaan dengan pilkada, sehingga rawan terjadi kapitalisasi, bahkan penyalahgunaan, terutama dalam anggaran dan program.

“Dengan dana yang besar tersebut jika riil ada dan penanganan program efektif, tentunya Jember akan menjadi daerah zona hijau. Itu menandakan informasi tidak terbuka rentan terjadi salah urus kebijakan, bahkan anggaran,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur Imadoeddin mengatakan pihaknya selalu melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengukur dan mengetahui kepatuhan badan publik terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik setiap tahun dengan menggelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dan Pejabat Pengelola Informasi Daerah (PPID).

“Tahun 2019, kami tidak bisa memberikan penilaian kepada Kabupaten Jember apakah menjadi daerah yang sudah informatif, menuju informatif, cukup informatif, kurang informatif atau tidak informatif karena tidak mengembalikan Self Assessment Questionnaire (SAQ) ke KI Jatim,” katanya.

Ia mengatakan pihaknya mengirimkan SAQ kepada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur untuk diisi yang akan dilanjutkan dengan verifikasi oleh tim penilai dan diakhiri dengan visitasi ke badan publik, namun hanya dua kabupaten yang tidak mengembalikan SAQ itu, yakni Kabupaten Jember dan Kabupaten Madiun.

“Jember merupakan daerah yang tidak informatif, sehingga kami terus mendorong agar semua badan publik bisa menjadi informatif dalam menerapkan UU Keterbukaan Informasi Publik,” katanya.

Terkait dengan keterbukaan informasi selama pandemi COVID-19, KI pusat juga sudah mengeluarkan Surat Edaran No. 2 tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat akibat COVID-19 pada 6 April 2020.

Dalam surat edaran tersebut, badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan yang berada di bawah kewenangannya kepada publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

KI Pusat juga meminta ketua gugus tugas dan kepala daerah mengupayakan adanya sistem data/informasi terkait dengan COVID-19 kepada masyarakat secara real time dan memaksimalkan pelayanan informasi berbasis daring selama pandemi.

“KI Jatim juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 tahun 2020 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Program Bantuan Sosial Dampak COVID-19 di Jatim yang berisi 10 poin,” katanya.

Salah satu di antaranya pemerintah daerah wajib menginformasikan secara transparan kepada publik tentang program bansos, meliputi jenis dan bentuk program, sumber dan besaran anggaran, target dan sasaran penerima, persyaratan dan kriteria penerima manfaat, serta tujuan program.

Pemerintah daerah juga wajib membuat laporan realisasi program dan anggaran, serta menginformasikan kepada publik melalui papan informasi maupun sarana lain yang bisa diakses oleh masyarakat.

“Kami berharap pemerintah daerah atau badan publik bisa membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat selama pandemi, sehingga tidak ada informasi yang ditutupi, baik dalam data maupun anggaran COVID-19,” katanya.

Pada Pasal 52 UU KIP disebutkan bahwa badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.

Namun, sebelum sanksi pidana dijatuhkan kepada badan publik, harus dilalui lebih dulu proses sengketa informasi yang diajukan publik ke Komisi Informasi karena ada beberapa tahapan yang dilalui, sehingga publik bisa mengadukan proses pidana badan publik ke aparat kepolisian.

Keterbukaan informasi dalam penanganan COVID-19 sangat diperlukan karena merupakan salah satu langkah untuk mengedukasi masyarakat di tengah pandemi COVID-19, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i