Kupang, Aktual.com – Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni meminta Menteri ESDM Ignasius Jonan agar bersikap tegas untuk segera menyingkirkan perusahaan minyak asal Thailand PTTEP dari daftar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di Blok Timur Natuna.

“Perusahaan tersebut lari dari tanggungjawab setelah meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009,” kata Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu kepada wartawan di Kupang, Sabtu (22/10).

Mantan agen imigrasi Australia mengemukakan pandangannya tersebut menyusul penandatanganan kontrak bagi hasil (Profit Sharing Contract/PSC) oleh PT Pertamina yang kemudian menggandeng Exxon Mobil dan PTTEP asal Thailand sebagai pemegang KKKS di Blok East Natuna.

PTTEP yang meninggalkan masalah besar bagi para petani rumput laut dan nelayan di wilayah pesisir selatan Nusa Tenggara Timur, mulai dari Pulau Timor, Rote, Adonara, Alor, Lembata, Sumba, Sabu itu, bakal mendapatkan Participating Interest (PI/hak partisipasi) sekitar 15 persen di Blok East Natuna.

“Para petani rumput laut di wilayah Waiwerang dan Waiwuring di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, misalnya, hanya bisa gigit jari karena wilayah budidaya sudah terkontaminasi dengan minyak dan zat beracun lainnya yang dimuntahkan dari kilang Montara,” ujarnya.

Mencermati fenomena tersebut, kata Tanoni, Menteri ESDM Ignasius Jonan yang juga mantan Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan, tentu sudah cukup mengenal kredibilitas perusahaan minyak asal Thailand tersebut.

“Saya berharap Pak Jonan dapat mengambil sebuah keputusan tegas terhadap PTTEP. Perusahaan minyak itu harus dimintai pertanggungjawabnya atas kerugian sosial yang diderita oleh para petani rumput laut dan nelayan di NTT saat ini. Harga diri kita sebagai bangsa, tidak bisa dipermainkan begitu saja oleh perusahaan minyak asal Thailand itu,” katanya menegaskan.

Malapetaka Laut Timor pada 21 Agustus 2009 yang populer dengan sebutan “Montara Timor Sea Oil Spill Disaster” itu digambarkan oleh berbagai pakar geologi dan perminyakan dunia jauh sama besar jika dibandingkan dengan petaka tumpahan minyak Deep Horizon 2010 di Teluk Meksiko.

Ketika berlangsungnya sidang di Pengadilan Magistart Darwin, Australia Utara pada 30 Agustus 2012, PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia telah mengaku bersalah atas petaka tumpahan minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara pada 21 Agustus 2009.

PTTEP Australasia mengaku bersalah atas empat tuduhan sekaligus yang berhubungan dengan petaka tumpahan minyak di Laut Timor tersebut, antara lain telah terjadi pencemaran lingkungan perairan Laut Timor, siap menghadapi denda mencapai 1,7 juta dolar Australia atau sekitar Rp16,83 miliar.

Kasus pencemaran minyak di laut yang melibatkan PTTEP selaku induk perusahaan dari PTTEP Australasia itu, bukan hanya terjadi di Laut Timor, tetapi juga beberapa waktu lalu di lepas pantai Provinsi Timur Rayong Thailand.

“Ini menunjukkan bahwa PTTEP adalah sebuah perusahaan karbitan yang tidak profesional dan hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya di atas penderitaan rakyat dan kerusakan lingkungan. Atas dasar berbagai kasus tersebut, kami yakin Pak Jonan (Menteri ESDM) yang dikenal selalu teguh berpegang pada ketegasan prinsip bisa segera menyingkirkan perusahaan tersebut dan meminta pertanggungjawabnya atas tragedi 21 Agustus 2009 di Laut Timor katanya.

Lebih dari 13.000 petani rumput laut asal Pulau Rote dan Kabupaten Kupang yang diwakili Daniel Sanda, telah menggugat perusahaan minyak asal Thailand itu secara “class action” di Pengadilan Federal Australia dengan mengajukan tuntutan ganti rugi lebih dari 200 juta dolar AS.

“Tuntutan ganti rugi tersebut selaras dengan kerugian yang dialami oleh lebih dari 13.000 petani rumput laut di Indonesia asal NTT yang terkena dampak langsung dari musibah pencemaran tersebut,” kata pengacara para petani rumput laut, Ben Slade dari Kantor Pengacara Maurice Blackburn Australia, beberapa waktu lalu.

Tanoni mengatakan langkah hukum yang diambil para petani rumput laut itu, hendaknya mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Indonesia, sehingga rakyat tidak merasa berjalan sendirian mencari keadilan di negeri orang.

“Karena itu, kami sangat mengharapkan ketegasan prinsip dari Menteri ESDM Ignasius Jonan terhadap PTTEP yang ikut serta pula sebagai pemegang kontrak KKKS di Blok Timur Natuna itu,” demikian penulis buku “Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta” itu.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan