Jakarta, Aktual.co —Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tatkala memberi pengarahan tentang nilai budaya kerja di lingkungan kementerian yang dipimpinnya, mengakui dirinya merasa “sakit” karena tak bisa memberi keteladanan sepenuhnya kepada banyak orang.

“Sakitnya di sini,” kata Lukman Hakim yang disambut tawa hadirin pada acara pengarahan tentang lima nilai budaya kerja di Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (11/12).

Nampak hadir Sekjen Kemenag Nur Syam, Irjen M. Jasin, para pejabet eselon I, II dan para kepala kanwil Kemenag dari seluruh Tanah Air dan Ary Ginanjar Agustian, seorang motivator dan penggiat transformasi budaya perusahaan.

Menag menyatakan, seharusnya dirinya menjadi teladan bagi lainnya baik saat bekerja maupun di hadapan publik. Tapi, dalam keadaan tertentu posisinya sebagai Menteri Agama, dirinya mendapat layanan tersendiri.

Antara lain, seperti yang seharusnya ikut antri bersama para tamu lainnya tatkala pesta perkawinan tetapi justru didahulukan oleh protokol. Begitu juga ketika bertolak ke kantor atau ke tempat lain, ia mendapat pengawalan di jalan raya. Tentu saja, lanjut dia, saat jalan raya macet, warga atau pun para pengemudi lain tak mustahil dalam hatinya melontarkan sumpah serapah.

Sesungguhnya, kata Lukman, dirinya tak ingin mendapat perlakukan dan diposisikan berlebihan. Harusnya ikut antri bersama warga lainnya baik saat resepsi pesta perkawinan maupun melintas di jalan raya.

Saat di keramaian, mata orang banyak tertuju kepada dirinya. Pasti ada yang “ngedumel”, menggerutu.

“Saya merasa sakit juga. Sakitnya di sini,” katanya lagi, yang lagi-lagi disambut tawa hadirin.

Ia pun menyadari bahwa perlakuan dan pelayanan seperti itu sudah diatur dengan undang-undang sebagai menteri. Sebagai aparat pemerintahan, ia mengajak jajaran Kementerian Agama untuk mengedepankan lima nilai budaya kerja yang sudah disosialisasikan, integritas, profesionalitas, inovatif, bertanggung jawab, dan keteladanan.

Ia menambahkan, budaya kerja tak lepas dari sistem yang dibangun. Bila sistem yang dibangun baik dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya, maka akan membentuk karakter seseorang menjadi baik pula.

Lukman memberi contoh, jika warga Indonesia bepergian ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dan kemudian menyeberang ke negara tetangga, Singapura, maka orang bersangkutan ikut berdisiplin. Seperti tidak membuang sampah dan mengindahkan aturan lainnya.

Sistem yang dibangun di Singapura ikut membawa dan mendorong warga Indonesia ikut mengindahkan aturan di negeri jiran. Tapi, jika yang bersangkutan kembali ke negeri sendiri, watak orang itu kembali ke aslinya.

Untuk itu Menteri Agama berharap lima nilai budaya kerja Kementerian Agama ke depan dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid