Jakarta, Aktual.com — Menjadi orang tua di era yang modern saat ini memang lebih sulit ketimbang orang tua zaman dahulu. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh ayah dan ibu untuk menciptakan suasana yang ideal bagi tumbuh kembang sang anak.
Apalagi dunia di luar rumah yang semakin ‘brutal’ membuat orang tua sering khawatir. Akibatnya, banyak orang tua yang secara tidak sadar bersikap ‘overprotektif’ terhadap sang buah hati. Tujuannya, demi melindungi buah hatinya dari “kejamnya” dunia luar. Padahal, sikap ‘overprotektif’ tersebut juga berefek samping kepada anak.
Lantas bagaimana caranya agar orang tua bisa menjaga anaknya dengan baik?.
“Pada pertengahan 2010 saya pernah mengikuti sebuah seminar, di dalam acara seminar tersebut ada seorang dokter berkata bahwasannya orang tua yang ‘overprotektif’ akan menghambat proses pembelajaran pada anak yang berdampak anak-anak tidak bisa mengeksplorasi dunianya. Padahal anak harus belajar menangani sendiri berbagai situasi yang dihadapinya. Jika orangtua bersikap ‘selalu ada untuk anaknya’, anak cenderung selalu bergantung pada orang tua, dan tidak mampu mencari jawaban sendiri atas persoalan yang dihadapinya,” terang Ustadzah Nur Hasanah, kepada Aktual.com, di Jakarta, Jumat (04/03).
“Jika saya cermati dalam beberapa saat memang maksud orang tua untuk selalu melindungi anaknya agar mereka bisa hidup nyaman dan tanpa tekanan dari luar, hal tersebut tentu bagus. Namun yang sering terjadi justru efek kebalikannya. Anak dengan orang tua yang ‘overprotektif’ cenderung tertekan dan mudah cemas. Dan, membuat kebahagiaan kurang tercipta di dalam rumah di mana orang tua bersikap ‘overprotektif’, karena orang tua selalu membuat segala sesuatunya sempurna untuk anak-anaknya. Berdalih menciptakan lingkungan yang bebas stres dan membahagiakan, orang tua overprotektif justru menghambat anak-anaknya mendapatkan kehidupan yang bahagia dalam jangka panjang,” paparnya melanjutkan.
“Begini kita ambil sebuah contoh ringan, orang dewasa mendapat kepercayaan diri dengan bekerja keras dan menjadi yang terbaik dalam bidang yang digelutinya, anak-anak pun demikian. Namun para orangtua yang overprotektif, yang tidak ingin melihat anaknya ‘menderita’ karena harus bekerja keras, sama saja dengan menghambat anak-anak mengembangkan kemampuannya sendiri. Hasilnya, anak-anak jadi kurang percaya diri. Orangtua yang ‘overprotektif’ sama saja menganggap anak-anaknya tidak mampu mengerjakan segala sesuatunya sendiri, atau mereka tidak percaya bahwa anak-anaknya memiliki kemampuan untuk itu,” urainya menambahkan.
“Apabila ‘overprotektif’ ini terus bekelanjutan maka pendewasaan pada anak akan menjadi lambat. Bukankah salah satu tugas penting orang tua adalah menyiapkan anaknya agar tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan produktif. Hal ini benar-benar terjadi saya ingat waktu anak saya yang berumur 8 tahun ikut kemping di sekolah, ketika itu anak saya berkata banyak orang tua yang memilih mengirim makanan siap saji, anak saya sempat sedikit minder tapi setelah saya nasehati ‘bukankah kemping itu buat belajar menjadi mandiri dan kakak (panggilan anak pertamanya) harus bisa masak sama kawan kakak yang lain’, dan sepulang kemping Alhamdulillah anak saya cerita kepada saya bahwaa ia bisa menyalakan kayu bakar, memasak air, dan memasak supermie dan telur rebus sendiri, dan ia tampak bangga akan hal tersebut. Kesimpulannya, melindungi anak itu perlu, tapi bersikap ‘overprotektif’, agaknya justru akan merugikan si anak sendiri,” ujar ia menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: