Jakarta, Aktual.com – Pemerintah telah memastikan penerimaan negara dari pajak mencapai Rp1.147 triliun atau 89,4% dari target Rp1.283 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan bea dan cukai sebesar Rp192,3 triliun atau juga tak capai target yang sebesar Rp194,1 triliun.
Namun demikian, menurut pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo meskipun secara nominal dan persentase terhadap target meningkat, namun kenaikannya secara alamiah belum cukup menopang pertumbuhan kebutuhan APBN.
“Karena pertumbuhan penerimaan negaranya dari 2016 ke 2017 itu mencapai 4,3%. Ini masih kecil,” tandas Yustinus di Jakarta, Rabu (3/1).
Sementara untuk pertumbuhan dari penerimaan pajak juga terus rendah, bahkan lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi penerimaan pajak berturut-turut adalah dari tahun 2014 sebesar 6,92%, tahun 2015 sebesar 8%, tahun 2016 di angka 4,26% (2016), sedang di tahun 2017 sebesar 3,75%.
Sedangkan pertumbuhan realisasi penerimaan bea cukai adalah 3,72% (2014), 11% (2015), -0,32% (2016), dan 7,43% (2017).
“Di tengah kondisi perekonomian yang belum menggembirakan dan masih dalam fase pemulihan, pemungutan pajak yang agresif dan dipaksakan justru pada akhirnya akan mengganggu perekonomian. Hal ini yang membuat tak capai target,” kata pengamat pajak ini.
Pertumbuhan penerimaan per jenis pajak juga menunjukkan, kinerja PPh Non Migas kurang menggembirakan. Karena pertumbuhannya minus padahal tahun-tahun sebelumnya tumbuh tinggi.
Pada 2014 tumbuh 9,82%, tahun 2015 tumbuh 20%, tahun 2016 naik 14%, tapi di tahun ini malah -5,52%. Sebaliknya kinerja PPN membaik, tumbuh 6,37% (2014), 4% (2015), -2,72% (2016), dan 16% (2017).
“Ini perlu menjadi catatan karena pasca amnesti pajak kepatuhan PPh belum meningkat. Perlu dilakukan upaya pengawasan yang lebih baik, termasuk ekstensifikasi subjek dan objek pajak. Tren positif PPN perlu dipertahankan,” kata dia.
Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
