“Makanya sekarang media-media di Indonesia ini, dikuasai oleh para pedagang. Karena mereka sudah berdagang dengan media-medianya,” sindir Jodhi.

Akibatnya, masih menurut dia lagi, independensi dari media ini yang masih menjadi pertanyakan. Namun demikian, dirinya masih optimis karena masih memiliki kawan-kawan muda dan pers yang masih bersemangat memberantasan hoax.

“Optomisme ini adalah hal utama untuk melawan berita-berita Hoax. Dulu kita memiliki toko pers Muhtar Lubis, dimana setiap ungkapannya selalu diikuti oleh media di Indonesia,” katanya.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Komunikonten Harico Wibowo membangun optimisme saja tidak cukup, tapi harus juga waspada. Sebab, optimis itu sudah jadi budaya masyarakat Indonesia sejak sebelum merdeka.

“Saya lebih cenderung membangun optimisme dan kewaspadaan. Tahun 1924, sudah ada namanya majalah Indonesia Merdeka, padahal kita merdeka masih 21 tahun lagi. Artinya, optimis itu sudah jadi budaya masyarakat,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara