Jakarta, Aktual.com — Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir menegaskan Presiden Joko Widodo harus mengkaji ulang proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, banyak peyimpangan komitmen bahkan peraturan dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Apalagi, Menteri BUMN Rini Soemarno belum membicarakan keterlibatan 4 BUMN kepada DPR.

“Dalam hal penggunaan 4 BUMN itu maka selayaknya Meneg BUMN membicarakan hal ini dengan komisi VI. Tapi alhamdulillah sampai hari ini beliau belum pernah bicarakan dengan DPR,” ujar Hafisz dalam Diskusi Publik ‘Stop Rencana Pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung’ di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2)

Hafisz mempertanyakan alasan rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung atau high speed railway itu. Rencana ini sebetulnya dimulai sejak 2009 tetapi ketika itu PT KAI menolak karena dianggap tidak visible sehingga tidak berjalan.

“Tapi pada pemerintahan Jokowi-JK ini hidup kembali dengan mengambil asumsi ‘B to B’,” katanya.

Terpilihnya china selaras dengan program presiden China Xi Jinping. Dimana, China menginginkan transportasi yang menguntungkan blok China daratan. Jadi, seperti diketahui ini akan menguntungkan kepentingan blok mereka.

“Saya sempat bertanya kepada menteri BUMN bhwa kenapa kereta cepat terlalu dipaksakan,” tuturnya.

Hafisz menjelaskan dengan mengutip pernyataan Rini Soemarno, sesuai hal yang yang disampaikan presiden bahwa proyek Jakarta-Bandung tidak mengalami pembatalan. Namun, presiden mnginginkan pembangunan tidak menggunakan APBN. Presiden menegaskan perlu ada tiga hal, yakni tidak menggunakan APBN, tidak menggunakan jaminan pemerintah, dan konteks proyek dalam rangka ‘Bussines to Bussines’. Maka itu presiden memenangkan cina karena memenuhi semua kriteria yang di ajukan presden. Salah satunya tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

“Sekarang kita pertanyakan lagi jaminan itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Hafisz juga mempertanyakan bentuk kerjasama kereta cepat Indonesia-China. Yakni, konsorsium Indonesia 60 % dan China Railway Group 40%. Menurut Hafisz, China railway group adalah prusahaan konstruksi China yang memiliki hutang 3,1 triliun yuan hingga september 2013 dan setara dengan hutang seluruh total negara berhasil sampai hari ini yang hanya dimiliki satu korporasi di China. Hingga 2015 saham terus merosot mencapai 150%.

“Dan 2016 utang perusahaan itu telah mencapai 4,5 kali ebitda. Ebitda adalah 4,5 Penerimaan kotor. Jadi bayangkan kalau kita teruskan pambangunan ini ebitda kita sudah 2 aja nggak akan dikasih sama dia, ini 4,5. Sehingga bentuk kosorsium ini sebetulnya dari sisi kinerja dan keuangan patut kita pertanyakan,” pungkasnya.

Berikutnya yang menghawatirkan adalah sisi legal aspek. Hafisz mengatakan, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan belum mengeluarkan izin pembangunan sedangkan Menteri Kehutanan Dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya belum mengeluarkan ijin Amdal.

“Sehingga kami lihat ada hal yang harus diperhatikan sebelum groundbacking itu dilaksanakan. Tapi perpres sudah keluar, kan Ajaib,” cetus Politisi PAN itu.

Hal yang lebih aneh adalah pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang bersikeras tak ada jaminan negara dalam proyek tersebut. Padahal sudah jelas melibatkan 4 BUMN. Menurutnya, Menteri BUMN memperparah pelanggaran penggunaan BUMN yang sebelumnya sudah menggadaikan 3 Bank milik negara.

“Sebagaimana kita ketahui perjanjian internasional berbasis pinjaman harus izin DPR. Tapi utang 3 bank BUMN kita belum dapatkan izin dari komisi VI DPR. Jadi, ada 2 pelanggaran dalam penggunana BUMN tersebut,” ketus Hafisz.

Kemudian, Komisi VI mencermati adanya persyaratan tertentu oleh konsorsium China, yakni tenaga kerja dan tehnologi kereta cepat milik Tiongkok.

“Kami belum juga melihat transfer tekhnik disana. Apakah mampu kita mengambil slot dari pekerjaan kereta cpat tersebut ? Kita juga nggak tau tekhnologi itu. Konon katanya dari 2011 kereta cepat 410 km/jam, 2012 tinggal 310 km/jam dan hari ini tinggal 200 km/jam,”

“Saya pernah naik kereta di Sanghai itu kecepatan 340 km/jam, tahun depannya tinggal 240 km/jam. Saya tanyakan kenapa. Katanya, kereta terbang kayak pesawat, lepas dari rel semua penumpangnya meninggal. Karena dia negara komunis maka nggak diberitakan. Maka harus jadi kehati-hatian kita,” jelasnya.

Dengan demikian, Komisi VI DPR meminta pemerintah mengkaji ulang proyek ini.

Artikel ini ditulis oleh: