Kesembilan, saksi partai politik. Pansus bersepakat bahwa saksi parpol dilatih oleh Bawaslu dan pelatihan tersebut dibiayai dengan APBN. Sepuluh, secara kelembagaan pansus menyepakati bahwa pengawas pemilu di tingkat pusat hingga tingkat Kabupaten-Kota bersifat permanen, sehingga bernama Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten-Kota. Hal ini agar setara dengan penyelenggara Pemilu yakni KPU yang juga permanen baik di tingkat pusat hingga tingkat Kabupaten-Kota.
Sebelas, terkait keanggotaan KPU dan Bawaslu. KPU dan Bawaslu pusat tetap. KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi berjumlah lima atau tujuh orang, KPU Kabupaten-Kota dan Bawaslu Kabupaten-Kota berjumlah tiga atau lima orang. Penetapan jumlah anggota KPU Provinsi dan Bawalsu Provinsi serta KPU Kabupaten-Kota dan Bawaslu Kabupaten-Kota didasarkan pada kriteria jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah administratif pemerintahan.
“Selanjutnya, Penanganan sengketa perkara pemilu di MK. Pansus menyepakati bahwa penangan sengketa pemilu di MK tidak dibatasi prosentase selisih suaranya seperti halnya diatur dalam UU Pilkada.”
Ketiga belas, rekapitulasi penghitungan suara. Pansus sepakat menghilangkan rekap di tingkat kelurahan atau desa sehingga rekapitulasi dimulai di tingkat kecamatan. Empat belas, metode menghitung keterwakilan perempuan. Pansus menyepakati untuk keterwakilan perempuan seperti aturan yang saat ini yaitu minimal 1 diantara 3.
“Terakhir, Afirmasi terhadap penyandang disabilitas. Pansus memutuskan untuk mengakomodasi ketentuan afirmasi terkait akses bagi kaum penyandang disabilitas dalam Pemilu, sebagai pemegang hak pilih, haknya dalam proses kandidasi, dan haknya untuk mencalonkan diri sebagai penyelenggara pemilu,” jelas Politisi partai Golkar ini.
[Nailin In Saroh]
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu