Tersangka Advokat Fredrich Yunadi (Nebby/Aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Terdakwa kasus dugaan tindak korupsi karena menghalangi penyidikan perkara KTP elektronik (KTP-e) Fredrich Yunadi menuduh jaksa penuntut umum (JPU) KPK mencoba mengubah konstitusi Indonesia.

“Jaksa Penuntut Umum mencoba mengubah konstitusi Indonesia dengan menggunakan sistem ‘Anglo Saxon’, padahal peraturan yang berlaku di Indonesia menggunakan sistem Eropa Kontinental,” kata Fredrich saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Dalam perkara ini, Fredrich dituntut hukuman maksimal yaitu 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan.

“Peraturan di Republik Indonesia dikenal adagium ‘Tidak ada hukum selain undang-undang’, dengan kata lain hukum diidentifikasikan dengan undang-undang (UU), hukum adalah UU, keberadaan yurisprudensi tidak mengikat di Indonesia,” tambah Fredrich.

Hal itu menurut Fredrich berbeda dengan sistem Anglo Saxon yang diterapkan di negara-negara “Commonwealth” dan Amerika Serikat yang menjadikan yurisprudensi (hukuman pada waktu sebelumnya) sebagai dasar hukum.

“Asal legalitas di Indonesia menegaskan suatu pidana tidak dapat dilarang kecuali UU mengatakannya, Indonesia bukan menganut Anglo Saxon, tapi selama sidang berlangsung penuntut umum sangat antusias mempengaruhi yang mulia untuk mengambil contoh putusan yang subjek dan objeknya berbeda dan jelas penuntut umum memaksakan pertimbangan hukum yang ada di kasus lain,” jelas Fredrich.

Fredrich yang merupakan mantan pengacara Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-e itu bahkan menilai bahwa JPU KPK hanya melakukan tugas perbantuan di KPK, namun masih terikat dengan doktrin Kejaksaan Agung.

“JPU adalah kesatuan Kejaksaan Agung yang tidak terpisahkan yang hanya sementara waktu diperbantukan di KPK, bukan malah mengganti doktrin. Perlu diingatkan, penuntut umum setiap saat bisa ditarik ke Kejaksaan Agung, saya ingatkan doktrin kejaksaan Satya Adi Wicaksana. Kami yakin JPU yang relatif muda tidak akan mengkhianati sumpah saat dilantik di Kejaksaan,” ucap Fredrich dengan suara keras.

Ia pun meyakini bahwa perkara yang didakwakan kepadanya tidak layak untuk dibawa ke persidangan.

“Advokat tidak dapat dituntut. Tidak ada alasan apapun jaksa membangkang konstitusi. Seseorang yang sedang menjalankan profesinya diatur dalam kode etik profesi, oleh sebab itu menjadi dasar untuk menilai apakah telah sesuai atau tidak atau melanggar atau malapraktik profesi,” tambah Fredrich.

Sanksi terhadap advokat menurut Fredrich hanya boleh ditentukan oleh peraturan profesi.

“Advokat memiliki kekebalan hukum sehingga tidak dapat digugat secara hukum. Bahwa peraturan menjadi dasar penilaian pekerjaan profesi, untuk menilai pekerjaan advokat. Orang yang sedang melakukan profesi memiliki kekebalan hukum maka tidak dapat digugat secara perdata atau pidana,” jelas Fredrich.

Tuntutan Fredrich adalah hukuman maksimal dari dakwaan pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Jaksa Penuntut Umum KPK pun tidak melihat ada hal yang meringankan dari perbuatan Fredrich.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan