Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano
Menkeu Sri Mulyanai saat rilis stabilitas keuangan Indonesia di Jakarta, Jumat (3/2). Pembahasan tersebut diikuti oleh Kemenkeu, OJK, Bank Indonesia, dan LPS ini memandang stabilitas keuangan nasional dari berbagai aspek. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Perdebatan keras terkait evaluasi implementasi UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) memunculkan kembali pembahasan soal penyelamatan kasus Bank Century yang menggunakan dana negara sebanyak Rp6,7 triliun.

Apalagi dalam kasus Bank Century itu Menteri Keungan Sri Mulyani Indrawati sebagai pelaku adanya dana bailout sebesar itu pada tahun 2009 silam. Merespon terkait hal itu, Menkeu menyebutkan, dengan adanya UU PPKSK dan adanya pasal yang mengatur tak adanya skema penyelamatan bailout membuat dirinya mau menjadi Menkeu.

“Saya dulu tersenyum, ketika melihat ada UU ini dan ternyata di dalamnya tidak ada lagi skema bailout (seperti dulu ke Bank Century). Makanya saya (saat itu) mau kembali jadi Menkeu,” ujar Sri Mulyani saat raker dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (22/2).

Namun demikian, kata dia, Menkeu sendiri tak berani menjamin nantinya tak ada lagi skema penyelamatan krisis melalui skema bailout seperti kasus Bank Century dulu. Karena pada akhirnya, pilihan terakhir dilakukan oleh Presiden.

“Memang kita harus akui, di UU ini ada skema bailin, dan tak ada lagi bailout. Tapi kalau ada apa-apa (krisis), tetap keuangan negara itu pilihan terakhir,” jelas dia.

Kondisi seperti itu, kata Menkeu, yang terjadi dengan Bank Century tahun 2009 lalu. “Karena kondisi Century seminggu sebelumnya dianggap BI kondisinya masih sehat, tapi kemudian malah tiba-tiba CAR (rasio kecukupan modal)-nya langsung turun drastis,” ujar dia.

Apalagi kemudian, sekalipun skema bail in, tetap aja pada akhirnya Presiden yang bertanggung jawab jika ada krisis.

“Makanya, tidak fair juga kalau Presiden tak ikut rapat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), tahu-tahu kita laporkan, Pak ini ada krisis, dengan harganya sekian, padahal Presiden tak tahu apa-apa,” ungkapnya.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka