Suasana Terminal Petikemas Surabaya, Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/9). Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur mencatat kinerja ekspor nonmigas Jatim pada Agustus 2015 meningkat 33,4 persen dibandingkan kinerja ekspor pada Juli 2015. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/15

Surabaya, Aktual.com – Perintah Presiden Jokowi dalam menyelesaikan dwelling time di pelabuhan dirasa masih kurang tepat sasaran. Bahkan tidak memahami permasalahan. Akibatnya penyelesaian dweeling time di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya justru menambah beban pengusaha.

Ketua INSA (Indonesian National Shipowners Association) Surabaya, Steven H Lasawengen, mengatakan bahwa dwelling time adalah proses mulai kapal datang sampai pada isi kapal bisa berangkat lagi. Tetapi, fokus penekanan dwelling time dari pemerintah hanya pada proses lamanya kontainer menunggu di tempat penampungan terminal.

Akibatnya, karena tidak memahami makna dwelling time dan penyebab lamanya kontainer menunggu di terminal, polisi tiba-tiba menyegel ratusan kontainer di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak.

“Kalau Pak Jokowi fokus pada lamanya kontainer menunggu di lapangan, itu prosentasennya nggak sampai 5 persen dari keseluruhan proses dwelling time. Jadi ini bukan menyelesaikan masalah tanpa masalah. Tetapi menyelesaikan dengan menambah masalah. Ingat meskipun lama di terminal, pengusaha juga bayar sewa,” kata Steven di Surabaya, Rabu (21/9).

Padahal, lanjut Steven, yang seharusnya dirombak untuk mempersingkat dwelling time, pemerintah harus merenovasi sistem perijinan dan membuat fasilitas untuk penempatan kontainer.

Diakuinya, di pelabuhan Tanjung Perak memang banyak kontainer berisi eksport-import. Tetapi ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Selain dikarenakan belum ada pembeli, salah satunya adalah proses perijinan yang berbelit-belit.

“Tidak semua kontainer di kawasan pelabuhan itu sudah ready siap kirim. Tetapi ada yang sengaja dititipkan karena memang belum ada pembeli. Belum ada pembeli, malah disegel polisi, kan malah rugi. Polisi dan pemerintah tidak paham di luar itu semua,” lanjutnya.

Maka dari itu, lanjut Steven, harus ada infrastruktur yang memadahi agar tidak menagganggu bongkar muat.

Steven tidak menyalahkan tindakan pemerintah atau polisi yang menyegel kontainer tersebut. Tetapi, ia berharap agar pemerintah bisa memahami makna dwelling time, atau lebih fokus ke permasalahan dwelling time yang lebih utama, khususnya perijinan di bea cukai.

Seperti diketahui, pasca presiden Jokowi memerintahkan penekanan dwelling time di pelabuhan, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya langsung membentuk tim dan menyegel 100 kontainer barang import karena sudah 20 hari mengendon di pelabuhan dan tidak dikeluarkan oleh importir.

(Ahmad Budiawan)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Ahmad H. Budiawan
Editor: Arbie Marwan