Jakarta, Aktual.co — ‎Menyikapi pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyebut kenaikan harga BBM akan menyejahterakan rakyat serta subsidi menyebabkan kemalasan rakyat, Ahli Ekonomi-Politik Universitas Muhammadiyah Puwokerto Yudhie Haryono mengungkapkan bahwa empat pernyataan Sudirman Said tidak mencerminkan dirinya sebagai publik figur.

“Pertama, pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said tersebut sangat anti konstitusi,” ujar  Yudhie Haryono yang juga merupakan Team Assisstensi Kedaulatan Ekonomi Rakyat (TAKER) dalam keterangan resmi yang diterima Aktual, Senin (3/11).

Menurutnya, ketika seorang pejabat negara disumpah dengan kitab suci untuk menjalankan konstitusi, jelas disebut bahwa tugas negara adalah memajukan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pengelolaan BBM sebagai bagian dari “bumi air dan SDA dikuasai dan dimiliki negara dan diperuntukkan bagi kemakmuran rakyat” haruslah berpijak pada konstitusi. Bukan kepada mekanisme pasar.

“Bernegara adalah berkonstitusi, bukan tunduk pada pasar apalagi ideologi selain Pancasila. Karenanya, perekonomian harus berdasar pada demokrasi ekonomi. Bukan atas oligarki dan kartel,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan jika pemerintah menyerahkan harga BBM ke pasar tanpa melihat problem utama semisal kepemilikan (asing), kebocoran (mafia) dan korupsi (kartel) adalah mengkhianati konstitusi. Karena itu mestinya menteri ESDM tahu bagaimana mengatasi problem subtansial lewat mekanisme konstitusional sebelum menawarkan solusi jangka pendek yang  menguntungkan sedikit orang dan merugikan banyak warga negara.

“Kedua, pernyataan Menteri ESDM yang menyebut rakyat malas tentu saja sangat tidak etis,” terangnya.

Sebagai pejabat, lanjutnya, menteri ESDM semestinya mempunyai etika figur publik, kalimat yang keluar dari mulutnya adalah motivasi dan solusi dari problem besar mereka. Rakyat harus diberi contoh bagaimana menjadi masyarakat Pancasila yang solutif, bukan diberi label dan gelar-gelar yang melecehkan.

“Ketiga, hendaknya sebagai pembantu presiden, seorang menteri memberi beberapa pilihan kebijakan. Bukan menjebak dalam satu solusi seolah-olah tak ada solusi lain yang lebih manusiawi, akuntable dan konstitusional,” tambahnya.

Dikatakan lebih lanjut, seharusnya Menteri ESDM Sudirman Said memanggil dan mendengar para pakar yang mengerti konstitusi dan ekonomi. Lalu buat beberapa opsi, jangan jebak presiden dalam lingkaran setan yang juga menyesatkan rakyat.

“Sebagai menteri pembantu presiden janganlah tunduk pada bos selain bos anda! Bos Sudirman Said adalah presiden, maka berilah pilihan-pilhan rasional dalam kebijakan yang patuh pada konstitusi,” tegasnya.

Terakhir, lanjutnya, pernyataan menteri ESDM sebagai pembantu presiden tak taat konstitusi, sebaiknya mundur sebelum dimundurkan rakyat.

“Masih banyak manusia Pancasila yang layak menggantikan Sudirman Said. Ada saudara Hendri Saparini atau Erani Yustika yang lebih Pancasilais dibanding Sudirman Said. Maka selayaknya Sudirman Said tahu diri dan berhati-hati dalam bertindak dan berkata-kata,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka