BPJS Kesehatan (Aktual/Ilst.Nelson)
BPJS Kesehatan (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com – Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mewacanakan agar sebagian peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) soal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diserahkan ke Pemda, bukan lah langkah yang tepat.

Menurut Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, kalau pemda yang membiayai JKN maka pemda nanti akan minta tambahan Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN. Soalnya, kalau Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka dipotong, pasti pemda sendiri tak mau.

“Kalau pemda minta DAU/DAK dinaikkan ya ini kan sama juga APBN yang membiayai JKN. Kalau APBN langsung ke BPJS Kesehatan maka potensi korupsi bisa diminimalisir,” tandas dia.

Dia mengendus, kalau JKN dikelola pemda dan APBD maka ada kesempatan untuk dikorupsi, apalagi jika bupati atau walikotnya habis banyak uang bertarung di Pilkada.

Justru selama ini, pemda sendiri berutang ke BPJS Kesehatan. “Mestinya Pak Wapres menginfokan tentang piutang iuran JKN dari pemda (PNS dan Jamkesda) sebesar Rp957 miliar per akhir Juni 2016,” ujarnya.

Menurutnya, daripada menyerahkan sebagian kewenangan pembiayaan JKN ke pemda, pemerintah pusat sebaiknya memaksimalkan peran-peran pemda untuk mendukung JKN tersebut.

Seperti, pertama, pemerintah pusat meregulasikan kewajiban bagi pemda mengikutsertakan jamkesda-nya ke BPJS kesehatan paling lambat 1 Januari 2017.

“Kedua, harus ada sanksi bagi pemda yang menunggak iuran, agar piutang iuran JKN dari pemda sebesar Rp957 miliar tak terulang lagi. Termasuk sanksi untuk pemda yang tidak mengikutkan jamkesdanya ke BPJS,” jelas dia.

Ketiga, pemda juga wajib patuh pada UU No. 36/2009 tentang Kesehatan yaitu dengan mengalokasikan APBD-nya minimal 10 persen. Dengan alokasi 10 persen ini pemda diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur kesehatan di daerahnya. Pemda juga harus meningkatkan peran-peran preventif dan promotif agar masyarakatnya sehat.

“Keempat, Pemda atas nama Dinkes-nya, BPJS Kesehatan dan RS-RS (provider BPJS Kesehatan) harus membangun sistem Pencegahan Kecurangan (fraud) sesuai perintah Pasal 46A Perpres No.19/2016. Nah Dinkes-Dinkes harus berinisiatif secepatnya untuk itu,” tandas dia.

Jika, hal-hal tersebut dijalankan secara baik, maka JKN akan berjalan baik termasuk masalah defisit BPJS bisa teratasi tanpa perlu melakukan desentralisasi pembiayaan JKN ke pemda.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan