Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menyayangkan tindakan Badan Intelejen Negara (BIN) yang cenderung mengumbar data atau informasi ke publik.
Ia menilai, tidak seharusnya hal ini dilakukan karena BIN hanya boleh memberikan data hasil kajiannya kepada Presiden.
Fadli Zon menjelaskan merujuk pada Pasal 27 UU 17/2011 tentang Intelijen Negara menyebutkan bahwa BIN berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepadanya.
Pasal 29, sambungnya, menjelaskan bahwa BIN melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen, menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah.
“Pada prinsipnya, kerja intelijen adalah sebuah ‘kerja tertutup’ yang merupakan wewenang negara demi menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (21/11).
Pengguna data intelijen, kata Fadli, adalah presiden. Produk intelijen digunakan oleh presiden sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah.
”Jadi, BIN tidak boleh merilis hasil kajian langsung kepada publik. Sebab, data intelijen adalah raw material yang masih harus diolah oleh pemerintah sebelum menjadi kebijakan tertentu,” tuturnya.
Dengan kata lain, Fadli mengingatkan bahwa Jurubicara BIN Wawan Purwanto tidak seharusnya mengumbar data tentang pencerama di lingkungan kementerian yang terpapar radikalisme ke publik.
“Jadi, data intelijen bukanlah barang jadi yang bisa begitu saja dikeluarkan ke publik,” tukasnya.
Apalagi, langkah Wawan itu di mata Fadli sebagai sebuah bentu penciptaan distabilitas baru.
“BIN merilis data tentang 41 masjid dan 50 penceramah. Namun menolak untuk memberikan nama. Ini namanya bukan menjaga stabilitas, tapi menciptakan destabilitas,” tukasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan