Seharusnya, kata dia, langkah Grab bukan mediasi karena akan menimbulkan trauma ke korban.
“Grab sebaiknya menjumpai korban untuk mendengarkan laporan dan kronologinya,” saran dia.
Ungkapan Saras itu menyusul protes keras yang dia cuitkan melalui twitter kepada Grab Indonesia.
“Ini sikap yang tidak sensitif. Mediasi itu jika ada persengketaan, tetapi ini adalah pelecehan seksual dan harus ditindaklanjuti oleh Grab untuk memidanakan mitra driver-nya dan menyempurnakan sistem kemanan untuk melindungi penumpang, khususunya perempuan,” tegas Saras.
Rencana mediasi oleh Grab Indonesia juga menuai protes dari pegiat hak perempuan dan penulis asal Australia, Kate Walton.
“ha, buat apa penumpangnya didorong untuk bertemu dengan sopir? sopir itu melecehkan dia! Bikin trauma lagi tuh kalau paksa mereka bertemu,” tegas Kate melalui akun pribadinya.
Hal serupa disampaikan Dea, warga net yang juga pegiat feminisme dan penari. Dia menuliskan kegeramannya kepada Grab Indonesia yang berencana mempertemukan pelaku dugaan kejahatan seksual itu dengan korban.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara