Jakarta, Aktual.com- Pengamat politik dari Voxpol Center mengatakan bahwasanya manuver Presiden Jokowi telah mengalami blunder yang fatal dan menurunkan legitimasi dimata publik. Kealfaan atau ketidaksediaan Jokowi untuk menemukan massa aksi bela Islam membuat masyarakat berspekulasi negatif dan menggerus kepercayaan publik.
“Muncul kesan kuat di antara para demonstran aksi damai 4 November bahwa presiden tidak berani bertemu dengan rakyatnya sendiri. Terkesan dibenak rakyat, presiden menghindar dan menjauh dari rakyatnya. Rakyat dengan pemimpin itu ibarat air dengan ikan, ngak boleh ada jarak. Ada beberapa kesalahan presiden Jokowi dan ini sangat disayangkan,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago secara tertulis, (5/11).
Kemudian beberapa hal yang menjadi presepsi ujarnya, presiden telah gagal berdiri di atas semua kepentingan kelompok dan golongan. Yang muncul adalah kesan bahwa Presiden acuh terhadap rakyatnya.
“Kita masih ingat dengan istilah, vox populi, vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). 10 orang saja yang menghadap menyampaikan aspirasi dan kehendaknya, tetap Soekarno menemui rakyatnya, apalagi ini jutaan rakyatnya yang ingin bertemu presiden pada saat kemarin,” ujarnya.
Lebih lanjut, dengan mengalihkan alasan kerja lainnya untuk dijadikan alibi, hal ini justru menandai kalau presiden tidak memahami skala prioritas. Seharusnya disaat rakyat mengunjungi Istana dan ingin ketemu, itu hendaknya menjadi prioritas utama, namun sayangnya presiden malah memilih mengunjungi proyek pembangunan kreta api Bandara Soekarno Hatta.
Sejujurnya ujar Pangi, kunjungan ke proyek kreta Bandara Soekarno- Hatta itu bisa diwakilkan sama menteri Pekerjaan Umum (PU) atau Menteri Perhubungan, lagi pula tambahnya hal itu terlalu teknis dan bisa dikerjakan setingkat mandor.
“Presiden lebih menganggap kunjungan proyek kreta Soekarno Hatta, jauh lebih penting ketimbang bertemu rakyatnya. Sangat disesalkan dan presiden tidak menjadi tuan rumah yang baik, justru mewakilkan kunjungan jutaan rakyatnya ke Istana kepada sang wakil presiden, Menkopolhukam dan menteri Agama. Ini jelas terkesan melecehkan dan merendahkan wibawa presiden itu sendiri,” sesalnya.
Yang lebih krusial karanya, presiden diduga melanggar sumpah jabatan dan janji konstitusi yang pernah diucapkan dulu, presiden gagal berdiri secara adil diatas semua kelompok dan golongan.
“Kita masih ingat sumpah presiden, ‘Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya’. Itu artinya seorang pemimpin wajib ‘adil’ , melindungi minoritas dan menghormati kelompok mayoritas,” tandasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid